Rabu, 13 Mei 2020

KESHAHÎHAN DOA QUNUT WITIR DAN DOA DI DALAM SHALAT WITIR


Pertanyaan:
Bagaimana mengkompromikan doa qunut witir Al-Hasan bin 'Alî dengan penjelasan 'Ulamâ yang menyebutkan bahwa tidak ada bacaan tertentu dalam qunut witir?

Jawaban:
Di antara para 'Úlamâ seperti Sufyân Ats-Tsaurî dan An-Nakha'î berpendapat tentang tidak adanya bacaan tertentu untuk qunut witir.
Pendapat mereka di sini sifatnya penafian sementara di dalam hadîts Al-Hasan bin 'Alî Radhiyallâhu 'Anhumâ ada penetapan bacaan qunut witir, dengan demikian berlakulah kaidah Ushûl:

الْمُثْبِتُ مُقَدَّمٌ عَلَى النَّافِي

"Yang menetapkan itu lebih dikedepankan daripada yang meniadakan."

Kalau seandainya para 'Úlamâ yang menafikan adanya bacaan qunut witir dengan berargumen karena hadîts Al-Hasan bin 'Alî yang ada tambahan lafazh "di dalam qunut witir" adalah dha'îf sebagaimana yang diterangkan oleh Ibnu Hibbân bahwasanya lafazh itu tidak terjaga yakni dha'îf, dan di antara argumen beliau bahwa Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam meninggal dunia dalam keadaan Al-Hasan bin 'Alî masih berusia delapan tahun maka bagaimana beliau mengajari Al-Hasan bin 'Alî tentang qunut witir dan beliau tidak mengajarkannya kepada para shahabat Muhâjirîn.

Namun argumen seperti itu kurang tepat karena kalau mempermasalahkan pada periwayatan Al-Hasan bin 'Alî seperti itu maka mengharuskan untuk tidak menerima seluruh lafazh pada periwayatannya, bukan hanya lafazh "di dalam qunut witir" namun lafazh doanya juga. 
Adapun kalau dianggap doanya saja yang shahîh tanpa lafazh "di dalam qunut witir" lalu ditempatkan dimana doa tersebut ketika akan dibaca di dalam shalat?
Ini memerlukan adanya dalîl untuk menetapkan tempat membacanya di mana? Kalau ditetapkan tempatnya di dalam semua shalat pada saat sujud atau ketika di akhir shalat maka pasti akan diriwayatkan pula oleh para shahabat yang lain, karena sungguh mereka telah shalat berjamâ'ah bersama Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam.

Adapun kalau memanjangkan bacaan qunut witir dengan maksud supaya memanfaatkan kesempatan waktu untuk berdoa dengan berbagai macam doa maka sesungguhnya Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam telah menetapkan waktu untuk memperbanyak doa yaitu di dalam sujud atau setelah tahiyât sebelum salam, apalagi ada tambahan kejelasan bahwa ternyata Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam membaca doa di akhir shalat witir yaitu setelah tahiyat sebelum salam, sebagaimana telah diriwayatkan oleh Abû Dâwud dari hadîts 'Alî bin Abî Thâlib Radhiyallâhu 'Anhu:

ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﻓِﻲ ﺁﺧِﺮِ ﻭِﺗْﺮِﻩِ: ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﻋُﻮﺫُ ﺑِﺮِﺿَﺎﻙَ ﻣِﻦْ ﺳُﺨْﻄِﻚَ ﻭَﺑِﻤُﻌَﺎﻓَﺎﺗِﻚَ ﻣِﻦْ ﻋُﻘُﻮﺑَﺘِﻚَ ﻭَﺃَﻋُﻮﺫُ ﺑِﻚَ ﻣِﻨْﻚَ ﻟَﺎ ﺃُﺣْﺼِﻲ ﺛَﻨَﺎﺀً ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﺃَﻧْﺖَ ﻛَﻤَﺎ ﺃَﺛْﻨَﻴْﺖَ ﻋَﻠَﻰ ﻧَﻔْﺴِﻚَ

"Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam membaca di akhir witir beliau dengan doa: "Yâ Allâh, sesungguhnya aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu, dengan pengampunan-Mu dari siksaan-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari-Mu, aku tidak dapat menghitung sanjungan terhadap-Mu, sebagaimana Engkau menyanjung-Mu atas diri-Mu.”

Ternyata lafazh doa ini tidak hanya dibaca di akhir shalat witir namun dibaca pula di dalam sujud sebagaimana telah diriwayatkan oleh Muslim dari 'Âisyah Radhiyallâhu 'Anhâ, beliau berkata:

ﻓَﻘَﺪْﺕُ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺫَﺍﺕَ ﻟَﻴْﻠَﺔٍ ﻓَﻠَﻤَﺴْﺖُ ﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪَ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻫُﻮَ ﺳَﺎﺟِﺪٌ ﻭَﻗَﺪَﻣَﺎﻩُ ﻣَﻨْﺼُﻮﺑَﺘَﺎﻥِ ﻭَﻫُﻮَ ﻳَﻘُﻮﻝُ: ﺃَﻋُﻮﺫُ ﺑِﺮِﺿَﺎﻙَ ﻣِﻦْ ﺳَﺨَﻄِﻚَ ﻭَﺃَﻋُﻮﺫُ ﺑِﻤُﻌَﺎﻓَﺎﺗِﻚَ ﻣِﻦْ ﻋُﻘُﻮﺑَﺘِﻚَ ﻭَﺃَﻋُﻮﺫُ ﺑِﻚَ ﻣِﻨْﻚَ ﻟَﺎ ﺃُﺣْﺼِﻲ ﺛَﻨَﺎﺀً ﻋَﻠَﻴْﻚَ ﺃَﻧْﺖَ ﻛَﻤَﺎ ﺃَﺛْﻨَﻴْﺖَ ﻋَﻠَﻰ ﻧَﻔْﺴِﻚَ

“Aku pernah kehilangan Nabî Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam pada suatu malam, kemudian aku meraba ke tempat shalat, ternyata beliau sedang sujud dalam keadaan kedua telapak kaki beliau sedang ditegakkan, dan beliau membaca do’a: "Yâ Allâh, sesungguhnya aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu, dengan pengampunan-Mu dari siksaan-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari-Mu, aku tidak dapat menghitung sanjungan terhadap-Mu, sebagaimana Engkau menyanjung-Mu atas diri-Mu.”

Tidak ada satu riwayat pun menyebutkanbahwa doa yang diriwayatkan dari 'Alî dan 'Âisyah tersebut dibaca ketika qunut witir.
Oleh karena itu kami menasehatkan kepada para imâm shalat witir yang ingin membaca qunut witir untuk mencukupkan dengan doa qunut witir yang telah diriwayatkan dari Al-Hasan bin 'Alî tersebut, karena hanya riwayat itu yang memperjelas penetapan bacaan qunut witir. Adapun riwayat lain yang menerangkan bahwa sebagian shahabat melakukan qunut witir maka tidaklah ada penyebutan bacaan qunut witir mereka, dengan demikian tentu lebih baik bila mencukupkan dengan riwayat dari Al-Hasan bin 'Alî yang telah datang dalam menetapkan adanya bacaan qunut witir, berkata Ibnu Hajar Rahimahullâh:

إِذَا جَائَتِ السُّنَّةُ بِتَقْرِيْرِ حُكْمٍ فَهُوَ أَصْلٌ بِرَأْسِهِ، وَلَا يَضُرُّهُ مُخَالَفَةُ أَصْلٍ آخَرَ

"Jika telah datang sunnah dengan menetapkan suatu hukum maka itu adalah asal pada hukum tersebut dan tidak akan merubahnya penyelisihan terhadap asal yang lain."

Semoga Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ melapangkan dada kita dan menjadikan kita termasuk dari orang-orang yang Dia sebutkan di dalam kitâb-Nya:

الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ اَحْسَنَهٗ ۗ  اُولٰٓئِكَ الَّذِيْنَ هَدٰٮهُمُ اللّٰهُ وَاُولٰٓئِكَ هُمْ اُولُوا الْاَلْبَابِ

"Yaitu mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baiknya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allâh dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat." (Az-Zumar: 18). 

Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada tanggal 19 Ramadhân 1439 di masjid Baiturrahmân Kemang Pratama 3 Bekasi. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar