Jumat, 24 Juli 2020

KITA TETAP SHALAT BERJAMÂ'AH MESKIPUN DI BELAKANG ORANG YANG MEMBENCI KITA



Pertanyaan:
Ada seorang dâ'î yang bernama Al-Ustâdz Muhammad 'Umar As-Sewwed, dia sangat benci dengan Asy-Syaikh Yahyâ Al-Hajûrî, dia berkata: "Ikhwânî fiddîn A'azakumullah, Syaikh Yahyâ sudah ditahdzir oleh para 'ulamâ. Disebut bahwa dia dhal mudhil, yang sesat dan menyesatkan. Sehingga hendaklah dijauhi Syaikh Yahyâ dan pengikut-pengikutnya. Jauhi mereka! Jangan duduk bersama mereka! Jangan ngaji di tempat mereka! Jangan dekat-dekat dengan mereka! Kalau datang, nanti diusir! Jangan boleh masuk ke masjid kita, ke pondok-pondok kita. Bârakallâhufîkum. Dan itu ucapan Asy-Syaikh Muhammad bin Hâdî menyatakan: "Kalau datang kesini, sebelum ngomong kamu usir! Supaya jangan ada kalimat yang masuk ke telinga kamu!".
Dengan tahdziran itu saya dan teman-teman sebagai pemula yang baru-baru mengenal dakwah Ahlissunnah merasa minder dan malu untuk shalat ke masjid mereka. Apakah dengan demikian saya boleh tidak mengikuti shalat berjamâ'ah di masjid? Karena di masjid orang awam shalatnya mereka sangat tidak tuma'ninah, wajib-wajib di dalam shalat banyak terabaikan, mau cari masjid lain sangat jauh dari tempat tinggal kami, yang ada hanya masjid orang-orang dâ'î tadi, bagaimana ini Ustâdz?

Jawaban:
Shalat berjamâ'ah adalah suatu kewajiban bagi para lelaki, dengan demikian tidak boleh ditinggalkan kecuali ada udzur syar'î seperti:
1) Sedang safar dalam keadaan bersendirian.
2). Sedang sakit yang membuat seseorang tidak bisa keluar untuk shalat berjamâ'ah.
3). Bila sedang hujan.
4). Bila tidak ada lagi jamâ'ah kaum Muslimîn.
Adapun kalau masih ada jamâ'ah kaum Muslimîn maka kewajiban shalat berjamâ'ah tidaklah gugur, walau pun jamâ'ah kaum Muslimîn itu dipimpin atau diimami oleh orang zhâlim, yang suka menyakiti orang-orang Islâm dengan lisannya maupun dengan perbuatannya, namun tidaklah boleh meninggalkan shalat berjamâ'ah di belakang mereka. 
Begitu pula kalau yang mengimami itu adalah Ahlul Bid'ah maka boleh shalat di belakang mereka, selama kebid'ahan mereka tidak sampai mengeluarkan mereka dari keislaman, demikian yang difatwakan oleh Asy-Syaikh Yahyâ bin 'Alî Al-Hajûrî 'Afallâhu 'Annâ wa 'Anhu, beliau pernah berkata:

وَإِنْ كَانَ عِنْدَهُ بِدَعٌ غَيرُ مُكَفِّرَةٍ بِدَعٌ مُفَسِّقَةٌ فَقَطْ وَمَا وَجَدَ ذٰلِكَ الْمُصَلِّي سُنِيًّا يُصَلِّي خَلْفَهُ فَلَهُ أَنْ يُصَلِّي خَلْفَ ذٰلِكَ الْفَاسِقِ، وَصَلَاتُهُ صَحِيحَةٌ

"Jika keberadaan imâm itu ada padanya bid'ah-bid'ah yang bukan bid'ah kekafiran yakni bid'ah kefasîqkan saja dan orang yang shalat tersebut tidak mendapati seorang Ahlussunnah untuk shalat di belakangnya maka dia shalat di belakang orang yang fâsiq tersebut dan shalatnya adalah sah."
Setelah beliau berpendapat demikian beliau bawakan dalîl:
 
أَنَّ أَنَسًا وَابْنَ عُمَرَ صَلَّيَا خَلْفَ الْحَجَّاجِ وَكَانَ نَاصِبِيًّا

"Bahwasanya Anas dan Ibnu 'Umar keduanya shalat di belakang Al-Hajjâj dan keberadaan Al-Hajjâj adalah nâshibî." Yakni dia memusuhi Ahlul Bait.
Berkata pula Asy-Syaikh Yahyâ bin 'Alî Al-Hajûrî 'Afallâhu 'Annâ wa 'Anhu:

وَهٰذَا مِنْ مُعْتَقَدِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَقَولِ جَمَاهِيرِ أَهْلِ الْعِلْمِ، صَلَاتُهُ صَحِيحَةٌ، وَالْأَفْضَلُ الصَّلَاةُ خَلْفَ السُّنِّيِّ إِنْ وُجِدَ

"Ini termasuk dari 'aqîdah Ahlissunnah dan perkataan kebanyakan dari Ahlul 'ilmi, shalatnya adalah sah, dan yang paling utama adalah shalat di belakang seorang Ahlussunnah jika didapati."
Berkata Al-Imâm Ath-Thahâwî Rahmatullâh 'Alainâ wa 'Alaih:

وَنَرَى الصَّلاَةَ خَلْفَ كُلِّ بِرٍّ وَفَاجِرٍ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَلَى مَنْ مَاتَ مِنْهُمْ

"Kami berpendapat tentang shalat di belakang setiap orang yang baik dan yang jahat dari kalangan orang-orang Islâm dan menshalatkan orang yang telah mati dari kalangan mereka."

Akhî Fillâh Rahmatullâh 'Alainâ wa 'Alaik, bila kamu mendapati keberadaan di masjid orang awam dalam pelaksanaan shalat tidak tuma'ninah maka jangan kamu shalat bersama mereka di masjid tersebut, karena shalat seperti itu tidaklah sah, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam berkata kepada orang yang tidak benar shalatnya atau orang yang tidak tuma'ninah dalam shalatnya:

ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ

"Kembalilah kamu lalu shalatlah karena sesungguhnya kamu belum shalat."
Dengan demikian maka tidak mengapamu datang untuk shalat di masjid orang-orang yang bersama Al-Ustâdz Muhammad As-Sewed tersebut, kamu datang dengan niat melaksanakan kewajiban shalat berjamâ'ah setelah itu kamu pergi, bila mereka tidak membolehkanmu shalat berjamâ'ah di masjid mereka atau ketika kamu datang langsung mereka mengusirmu maka pergilah, dengan demikian kewajiban shalat berjamâ'ah di masjid telah gugur bagimu. Kamu kembali ke rumah lalu shalat berjamâ'ah dengan isteri atau anak-anakmu. Bila memungkinkan bagimu untuk membangun masjid kecil di samping rumahmu maka bangunlah masjid, sehingga keberadaanmu sama dengan salaf kita yaitu Abû Bakr Ash-Shiddîq Radhiyallâhu 'Annâ wa 'Anhu, ketika beliau dihalangi dari beribadah kepada Allâh di Masjid Harâm maka beliau membangun masjid kecil di halaman rumah beliau.

Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada tanggal 19 Jumâdil Úlâ 1438 di Maos Cilacap. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar