Sabtu, 18 Juli 2020

HUKUM BAGI WANITA YANG SHALAT BERJAMÂ'AH DI MASJID

Pertanyaan:
Wanita yang shalat di masjid, apakah mereka memakai penutup seperti di tempat khusus yang biasa dikatakan Mushallâ wanita?. Bukankah di zaman Nabî para wanita shalat berada satu tempat dengan jamâ'ah laki-laki dengan tanpa ada penutup?.

Jawaban:
Keadaan masjid di zaman Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam dengan masjid di zaman ini berbeda, masjid Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam tidak memiliki tembok dan tidak ada dinding penghalang karena masjid beliau sangat sederhana, namun dengan keadaan itu Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam benar-benar memperhatikan keadaan dalam shalat berjamâ'ah, bila beliau salam maka beliau tidak langsung balik menghadap kepada jamâ'ah, hal ini sebagai isyarat supaya para wanita segera keluar dari masjid, ketika para wanita semuanya keluar baru beliau balik menghadap ke jamâ'ah.
Para wanita yang shalat di masjid ketika itu tidak saling dikenal karena mereka datang untuk shalat pada waktu shubuh yang masih gelap (belum tampak cahaya pagi hari), berkata 'Âisyah Radhiyallâhu 'Anhâ:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي الصُّبْحَ بِغَلَسٍ، فَيَنْصَرِفْنَ نِسَاءُ المُؤْمِنِينَ لاَ يُعْرَفْنَ مِنَ الغَلَسِ أَوْ لاَ يَعْرِفُ بَعْضُهُنَّ بَعْضًا

"Bahwasanya Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam shalat shubuh pada waktu gelap (belum nampak cahaya pagi), maka para wanita orang-orang yang beriman berpaling (keluar dari masjid) tidak dikenal karena masih gelap atau tidak saling mengenal sebagian mereka atas sebagian yang lain".
Dengan adanya hadîts ini maka Al-Bukhârî Rahmatullâh 'Alainâ wa 'Alaih di dalam kitâb "Shahîh"nya membuat bâb khusus:

بَابُ سُرْعَةِ انْصِرَافِ النِّسَاءِ مِنَ الصُّبْحِ وَقِلَّةِ مَقَامِهِنَّ فِي المَسْجِدِ

"Bâb cepatnya berpaling para wanita dari shalat shubuh dan sedikit waktunya bagi mereka menetap di dalam masjid".

Dari hadîts dan bâb ini dapat diambil fâidah, di antaranya:

Pertama: An-Nawawî Rahmatullâh 'Alainâ wa 'Alaih berkata di dalam "Al-Minhâj Syarhu Shahîh Muslim bin Hajjâj":

وَفِيهِ جَوَازُ صَلَاةِ النِّسَاءِ مَعَ الرِّجَالِ فِي الْمَسْجِدِ

"Padanya kebolehan bagi wanita untuk shalat bersama para lelaki di dalam masjid".
Ini menunjukan hukum kebolehannya saja, adapun lebih utamanya bagi para wanita adalah mereka shalat di rumah mereka masing-masing:

صَلَاةُ الْمَرْأَةِ فِي بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي المَسْجدِ

"Shalatnya wanita di rumahnya lebih utama dari pada shalatnya di masjid".
Para wanita di zaman Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam sebagaimana disebutkan di dalam hadîts shahîh tersebut tidak dikenal dan tidak dilihat wajah mereka karena gelapnya waktu shubuh yang masih tersisa.

Kedua: Praktek shalat seperti ini yang dilakukan oleh para wanita shahabiyyah yaitu cepat-cepat berpaling keluar dari masjid, ini telah diselisihi oleh para wanita di zaman sekarang, mereka shalat dengan tanpa dinding pembatas dengan para lelaki, namun setelah shalat mereka tetap duduk di tempat shalat mereka, sehingga terdapat dua kesalahan, yaitu saling memandang dan ketika keluar mereka berikhtilat (campur baur) antara para lelaki dengan para wanita.

Ketiga: Pada hadîts tersebut menunjukan perhatian Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam terhadap umatnya dan bagusnya pengajaran beliau kepada mereka, dan beliau membolehkan bagi para wanita untuk shalat di masjid bersama beliau karena beliau selalu mengontrol dan memantau langsung keadaan mereka, bila mereka terjatuh ke dalam kekeliruan maka beliau langsung mengingatkan mereka sebagaimana perkataan beliau kepada para wanita yang hadir shalat berjamâ'ah bersama beliau:

يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ لاَ تَرْفَعْنَ رُءُوسَكُنَّ حَتَّى يَرْفَعَ الرِّجَالُ

"Wahai para wanita, janganlah kalian mengangkat kepala kalian sampai para lelaki mengangkat kepala mereka."
Berkata An-Nawawî Rahmatullâh 'Alainâ wa 'Alaih:

مَعْنَاهُ لِئَلَّا يَقَعَ بَصَرُ امْرَأَةٍ عَلَى عَوْرَةِ رَجُلٍ انْكَشَفَ وَشَبَهَ ذَلِكَ

"Maknanya supaya tidak terjatuh pandangannya wanita kepada aurat laki-laki yang terbuka auratnya atau yang semisal itu."
Demikian itu karena para shahabat ada dari mereka hanya mengenakan suatu kain yang diikat ke leher mereka dan ujung kain itu bergantung pada pertengahan betis mereka, bila mereka sujûd maka terangkat dan bisa terlihat aurat mereka, mereka memakai pakaian seperti itu karena mereka tidak memiliki pakaian selainnya, mereka adalah orang-orang miskîn dan serba kekurangan, berbeda dengan umat di zaman ini, mereka berkecukupan dan  bahkan berkelebihan namun ketika shalat mereka bersengaja memakai celana panjang yang nampak bentuk tubuh, sehingga ketika mereka rukû' atau sujûd nampak bentuk aurat mereka.

Bagi para wanita hendaklah mencontoh para shahâbiyyah untuk shalat di rumah mereka, bila mereka ingin shalat ke masjid karena hukumnya boleh maka hendaklah menjaga jangan sampai menyelisihi bimbingan Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

"Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih". (Surat An-Nûr: 63). 

 Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada hari Senin 27 Rabî'ul Awwal 1435 / 26 Januari 2014  di Masjid As-Sunnah Madînah Sakaniyah Sa'wân Sana'â Yaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar