Kamis, 30 Juli 2020

JULUKAN SYAIKH JANGAN DIEJEK


Pertanyaan:
Bagaimana sikap yang benar dalam menyikapi ucapan Ustâdz-ustâdz yang tidak menerima adanya julukan atas seorang Ustâdz yang disebut dengan Syaikh? Bahwa yang beri julukan itu syaikh-syaikh baru atau para syaikh jadi-jadian sehingga tidak mu'tabar, padahal yang lebih pantas memberi julukan syaikh adalah 'ulamâ kibâr?

Jawaban:
Kalau mereka mempermasalahkan julukan syaikh kepada seorang dâ'î, kenapa mereka tidak permasalahkan julukan Ustâdz atas diri mereka? Siapa yang pertama-tama menjuluki mereka dengan julukan Ustâdz? Apakah Ibnu Bâzz, Al-Albânî, Al-Wâdi'î atau Ibnul 'Utsaimîn Rahmatullâh 'Alainâ wa 'Alaihim? Ataukah yang pertama-tama menjuluki mereka dengan julukan Ustâdz adalah orang awam lalu masyhûr bagi mereka dengan julukan itu?
Kalau julukan Ustâdz itu ada pada mereka, bermula dari panggilan penghormatan dari awam manusia maka kita sebutkan pula julukan seperti itu, kita juga akan memanggil mereka dan menyebut mereka sebagai Ustâdz, karena itu panggilan penghormatan yang sopan dan panggilan yang dikenal dengannya. 
Demikian pula ketika seseorang sudah diseru atau disebut sebagai Syaikh maka kita tetapkan seperti itu pula, sebagaimana pada umat di kalangan Banî Isrâîl, mereka telah menetapkan julukan bagi orang-orang berilmu mereka dengan suatu julukan, dan Allâh Tabâraka wa Ta'âlâ telah menyebutkan di dalam Al-Qur'ãn:

أَوَلَمۡ یَكُن لَّهُمۡ ءَایَةً أَن یَعۡلَمَهُۥ عُلَمَـٰۤؤُا۟ بَنِیۤ إِسۡرَ ٰ⁠ۤءِیلَ

"Apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para 'ulamâ Banî Isrâîl mengetahuinya?." [Surat Asy-Syu'arâ: 197].
Ketika disebutkan bahwa di kalangan mereka ada 'ulamâ maka kita sebutkan seperti itu pula, seperti yang pernah kita dapatkan pula di Dârul Hadîts, tatkala ada teman-teman majlis dan teman-teman bahas kita yang sudah terbiasa ceramah di daerah mereka hingga disapa dengan Syaikh, tatkala mereka menuntut ilmu di Dârul Hadîts, mereka itu disapa pula dengan sapaan tersebut.
Adanya penetapan julukan pada seseorang itu tidak mesti yang menetapkannya harus orang yang kedudukannya di atas dirinya, namun orang yang kedudukannya di bawah dirinya juga teranggap dalam penetapannya tatkala julukan itu memang layak untuknya dan dikenal baginya, berkata Abû Sa'îd Al-Khudrî Al-Khudrî tentang Abû Bakr Ash-Shiddîq Radhiyallâhu 'Anhumâ:

فَقُلْتُ فِي نَفْسِي مَا يُبْكِي هَذَا الشَّيْخَ إِنْ يَكُنِ اللَّهُ خَيَّرَ عَبْدًا بَيْنَ الدُّنْيَا وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ فَاخْتَارَ مَا عِنْدَ اللَّهِ

"Aku berkata di dalam hatiku: Apa yang membuat seorang syaikh ini menangis, tatkala Allâh memberikan kepada seorang hamba dengan pilihan antara dunia dan antara apa yang ada di sisi-Nya lalu dia memilih apa yang ada di sisi Allâh." Riwayat Al-Bukhârî.

Tanpa kita ragukan lagi bahwa Abû Bakr Ash-Shiddîq lebih tinggi kedudukannya dan lebih utama daripada Abû Sa'îd Al-Khudrî Radhiyallâhu 'Anhumâ, namun penyebutan syaikh darinya terhadap Abû Bakr Ash-Shiddîq merupakan perkara yang tidak dapat dipungkiri, dan kita menetapkan beliau sebagai seorang syaikh dari kalangan Shahabat Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam.

Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada hari Jum'at bertepatan dengan 'Îdul Adhhâ tanggal 10 Dzulhijjah 1440 / 31 Juli 2020 di Maktabah Al-Khidhir Bekasi.

⛵️ https://t.me/majaalisalkhidhir/4882
⛵️ http://alkhidhir.com/adab/julukan-syaikh-jangan-diejek/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar