Kamis, 23 Juli 2020

HUTANG BEBAN JIWA YANG MENEKAN BATIN


Pertanyaan:
Perkara apa yang paling berat bagi Ustâdz dalam bermu'amalah dengan manusia? 

Jawaban:
Jika ditanyakan kepada kami tentang perkara yang paling berat bagi kami dalam bermu'amalah dengan manusia maka jawaban kami adalah hutang. Perkara yang paling berat bagi kami adalah hutang, ini yang paling berat bagi kami. Oleh karena itu tatkala kami mendapatkan penawaran tanah yang murah untuk kami bangunkan Rumah Qur'ãn Hadîts atau pondok pesantren maka kami banyak memikirkan dananya, hingga kami ingin mencoba untuk hutang. Itupun menjadi beban pikiran, kami coba paksakan untuk hutang dengan jaminan setiap bulan kami bayar secara nyicil dengan nilai yang kami tentukan, dan kami bertekad akan bayar dalam perbulan bisa lebih dari itu. 
Dengan adanya jaminan setiap bulan kami bayar, itupun jadi bahan pikiran, kemudian kami mencoba memaksakan untuk tetap hutang, tatkala kami mencoba menghubungi orang yang kami maksud untuk hutang, Alhamdulillâh kami tidak dapat pinjaman hutang karena keadaan seperti sekarang ini tidak mendukung, Alhamdulillâh kami bersyukur karena tidak dapat hutang sehingga tidak ada beban hutang bagi kami.
Bersamaan dengan tidak dapatnya kami terhadap pinjaman hutang, sebagian saudara-saudari seiman mengira kami berkecukupan sehingga mereka memberanikan diri untuk hutang ke kami, terasa sedih jika mendengarkan berbagai keluhan dan masalah mereka, namun apalah daya tangan tak sampai, semoga Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ dengan berbagai karunia dan keutamaan-Nya memberikan kecukupan kepada kita semua dan menyelamatkan kita dari lilitan hutang, karena seberat-berat beban hidup bagi seseorang adalah berhutang, berkata Rasûlullâh Shallallâhu ‘Alaihi wa Sallam:

ﻭَﺍﻟَّﺬِﻯ ﻧَﻔْﺴِﻰ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻟَﻮْ ﺃَﻥَّ ﺭَﺟُﻼً ﻗُﺘِﻞَ ﻓِﻰ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺛُﻢَّ ﺃُﺣْﻴِﻰَ ﺛُﻢَّ ﻗُﺘِﻞَ ﻣَﺮَّﺗَﻴْﻦِ ﻭَﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺩَﻳْﻦٌ ﻣَﺎ ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻘْﻀَﻰ ﻋَﻨْﻪُ ﺩَﻳْﻨُﻪُ

“Demi Yang jiwaku berada ditangan-Nya, seandainya seseorang terbunuh di jalan Allâh, kemudian dihidupkan lagi, lalu dia terbunuh lagi dua kali, dan dia masih punya hutang, maka dia tidak akan masuk Surga sampai dilunasi hutangnya.” Riwayat Ahmad, An-Nasâ’î dan Ath-Thabrânî.

Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada malam Jum'at tanggal 3 Dzulhijjah 1440 / 24 Juli 2020 di Maktabah Al-Khidhir Bekasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar