Senin, 20 Januari 2020

MENYIKAPI AHLUL BID'AH


📱 Pertanyaan:
Ustâdz mau klarifikasi tentang orang yang dicap Ahlul Bid'ah, apakah mutlak tidak boleh disebut kebaikannya, tapi harus kejelekannya saja yang disebut-sebut? 

📲 Jawaban:
Fenomena yang kita saksikan sekarang ini adalah pemutlakkan seperti yang disebutkan, sehingga seseorang kalau sudah dianggap sebagai mubtadi' maka diterapkan pemutlakkan tersebut, yang kemudian dimutlakkan pula kepada seorang 'Âlim dari 'Ulamâ yang dianggap sebagai mubtadi' dengan alasan karena menyobek-nyobek dakwah Salafiyyah di muka bumi dan karena 'Ulamâ Kibâr telah mentahdzîrnya. Ketika kita menerangkan hakekatnya dan kita menyampaikan kebenaran yang bersumber darinya maka langsung ditolak karena pemutlakkan tersebut.

Padahal pada perkara ini memerlukan kepada perincian, kalau perkara mentahdzîr maka tidak menyebutkan kebaikan orang yang ditahdzîr, dalîl pada perkara ini sangat banyak, di antaranya perkataan Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam kepada Fâthimah bintu Qais Radhiyallâhu 'Anhâ:

أَمَّا مُعَاوِيَةُ فَرَجُلٌ تَرِبٌ لاَ مَالَ لَهُ، وَأَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَرَجُلٌ ضَرَّابٌ لِلنِّسَاءِ 

"Adapun Mu'âwiyah maka dia adalah lelaki faqîr yang tidak memiliki harta, adapun Abû Jahm maka beliau adalah lelaki yang sering memukul para wanita."

Sedangkan pada perkara mentarjamah maka tidak dimutlakkan seperti yang disebutkan, ini yang telah dilakukan oleh 'Abdullâh bin 'Abbâs ketika mengisahkan Salmân Al-Fârisî Radhiyallâhu 'Anhum, beliau kisahkan tentang Salmân Al-Fârisî dari sejak beragama Majûsî yang beliau senantiasa menjaga api supaya tidak mati, kemudian ikut ke dalam gereja Nashârâ hingga berguru kepada Uskup pertama yang korupsi, hingga akhir kisahnya beliau memeluk Islâm. Dan Salmân Al-Fârisî Radhiyallâhu 'Anhu telah mengisahkan perjalanan hidupnya kepada Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam, Salmâm Al-Fârisî Radhiyallâhu 'Anhu katakan:

فَقَصَصتُ عَلَيهِ حَدِيثِي كَمَا حَدَّثتُكَ يَا ابنَ عَبَّاسٍ، فَأَعجَبَ رَسُولَ اللّٰهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَن يَسمَعَ ذٰلِكَ أَصحَابُهُ 

"Aku telah mengisahkan kisahku kepada beliau sebagaimana aku mengisahkan kepadamu wahai Ibnu 'Abbâs, rasa kagum terhadap Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam ketika para Shahabat mendengarkan kisah tersebut."
Pada kisahnya disebutkan tentang kejelekan dan kebaikan. 

Dan juga dalîl yang paling jelas pada perkara mentarjamah adalah kisah seorang Shahabat yang dijuluki dengan Himâr, yang namanya adalah 'Abdullâh, beliau meminum khamr, lalu beliau dicambuk, kemudian beliau mengulangi meminum khamr maka beliau dicambuk lagi, sehingga membuat seseorang mengucapkan laknat kepadanya: 

اللَّهُمَّ الْعَنْهُ، مَا أَكْثَرَ مَا يُؤْتَى بِهِ 

"Yâ Allâh laknatlah dia, betapa seringnya dia didatangkan untuk dicambuk karena meminum khamr."
Maka Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam berkata:

لاَ تَلْعَنُوهُ، فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ أَنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ

"Jangan kalian melaknatnya, demi Allâh sungguh aku telah mengetahui bahwa beliau itu mencintai Allâh dan Rasûl-Nya."

Disebutkan tentang kejelekannya meminum khamr, bersamaan dengan itu, Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam menyebutkan kebaikannya yaitu mencintai Allâh dan Rasûl-Nya Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam.

Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh di Mutiara Gading Timur pada hari Kamis 6 Muharram 1441 / 5 September 2019.

⛵️ http://t.me/majaalisalkhidhir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar