Jumat, 17 Januari 2020

HADÎTS DHA'ÎF YANG DIGUNAKAN 'ULAMÂ


📝 Pertanyaan:
Kenapa 'ulamâ hadits terkadang menyebutkan hadîts dha'îf di dalam kitâb mereka? Seperti Al-Hâfizh di dalam "Bulûghul Marâm" ada hadîts dha'îfnya, dan Syaikhul Islâm juga kadang ada hadîts dha'îf disebutkannnya?

📖 Jawaban:
Kalau kita melihat kepada kitâb "Bulûghul Marâm" di sana ada beberapa hadîts dha'îf disebutkan oleh Al-Hâfizh sebagai pengikutan terhadap hadîts-hadîts shahîh, seperti pada hadîts:

إِنَّ الْمَاءَ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ، إِلَّا مَا غَلَبَ عَلَى رِيحِهِ وَطَعْمِهِ، وَلَوْنِهِ

“Sesungguhnya air tidaklah menajisinya sesuatu pun, kecuali dia berubah pada baunya, rasanya dan warnanya”. Al-Hâfizh menyebutkan hadîts ini diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah dan Abû Hâtim mendha'îfkannya.
Dan Al-Imâm An-Nawawî menyatakan:

اتَّفَقَ الْمُحَدِّثُوْنَ عَلَى تَضْعِيْفِهِ

“Bersepakat 'ulamâ hadîts atas kedha'îfannya”. 
Pada hadîts tersebut ada seorang perawi yang bernama Râsyid bin Sa'd, dan Abû Hâtim menyebutkannya: “Laisa bil qawî”. Bahkan kalau kita kumpulkan komentar para 'ulamâ hadits tentang Rasyîd bin Sa'd maka kita dapati bahwa dia adalah perawi yang sangat dha'îf. Al-Hâfizh Ibnu Hajar menyebutkan hadits tersebut hanya sebagai pengikutan terhadap hadîts shahîh, baik pada hadîts sebelumnya ataupun hadîts setelahnya.
Demikian pula 'ulamâ sebelum Al-Hâfizh Ibnu Hajar, seperti Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah, sebagaimana di dalam "Majmû' Al-Fatâwâ" beliau menyebutkan tentang keutamaan shalawât dengan membawakan hadîts-hadîts shahîh, ternyata ada satu hadîts yang beliau sebutkan dengan tanpa menerangkan derajatnya, yaitu hadîts:

مَنْ قَالَ حِينَ يُنَادِي الْمُنَادِي: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ الْقَائِمَةِ وَالصَّلَاةِ النَّافِعَةِ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنْهُ رِضَاءً لَا سَخَطَ بَعْدَهُ اسْتَجَابَ اللَّهُ لَهُ دَعْوَتَهُ

“Barangsiapa mengucapkan ketika muadzdzin adzân: “Yâ Allâh Pemilik panggilan yang ditegakan ini dan shalat yang bermanfaat ini, berilah shalawât untuk Muhammad, dan berilah keridhaan kepadanya dengan suatu keridhaan yang tidak ada kemurkaan setelah ini. Maka Allâh mengabulkan doanya". 

Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah hanya menyebutkan: "Di dalam Al-Musnad dari Jâbir bin Abdillâh", tanpa menerangkan derajatnya.
Hadîts yang disebutkan oleh Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah, kami pun menyebutkannya di dalam materi khutbah Jum'at kami pada tanggal 1 Sya'bân 1438, Alhamdulillâh materi khutbah tersebut kemudian diterbitkan dalam satu buku dengan "Hukum-hukum Seputar Shalawât" yang merupakan materi pengajian kami pada hari Ahad tanggal 20 Dzulqa'dah 1438.
Sebelumnya kami belum mengetahui derajat hadîts tersebut, sehingga kami pun menyebutkannya bersamaan dengan hadîts-hadîts shahîh yang menerangkan tentang keutamaan shalawât, sebagaimana Syaikhul Islâm menyebutkannya sebagai pengikutan terhadap hadîts-hadîts shahîh dan sebagai keterangan tentang keutamaan shalawât.

Dan hadîts tersebut ternyata disebutkan pula oleh Al-Imâm Ibnul Qayyim di dalam beberapa kitâb beliau, dan kami menganggap bahwa keduanya menyebutkan hadîts tersebut sebagai pengikutan saja, dan sebagai keterangan tentang keutamaan shalawât. 

Kalau kita melihat kepada sanad hadîts tersebut maka kita dapati sangat jelas dha'îfnya, pada riwayat Ahmad di dalam "Musnad"nya ada seorang perawi yang dha'îf yaitu Ibnu Lahî'ah, demikian pula pada riwayat Ath-Thabrânî di dalam Al-Ausath ada Ibnu Lahî'ah. 
Oleh karena itu Al-Hâfizh Ibnu Rajab menyebutkan hadîts tersebut di dalam "Fathul Bârî" bahwa itu diriwayatkan oleh Al-Imâm Ahmad dari riwayat Ibnu Lahî'ah, kemudian beliau katakan: 

وَقَدْ رُوِيَ فِي هَذَا الْمَعْنَى وَسُؤَالِ الْوَسِيْلَةِ عِنْدَ سِمَاعِ الْاَذَانِ مِنْ حَدِيْثِ أَبِي الدَّرْدَاءِ وَابْنُ مَسْعُوْدٍ مَرْفُوْعًا، وَفِي إِسْنَادِهِمَا ضَعْفٌ

“Sungguh telah diriwayatkan tentang makna ini dan tentang memohon wasilah ketika mendengarkan adzân, dari hadîts Abud Dardâ' dan Ibnu Mas'ûd secara marfû', pada sanad keduanya adalah dha’îf”.
Dan beliau katakan pula: 

وَمِمَّا يَشْهَدُ لَهُ أَيْضًا حَدِيْثُ خَرَّجَهُ مُسْلِمٌ مِنْ طَرِيْقِ كَعْبِ بْنِ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ

“Dari riwayat yang menjadi pendukung juga padanya adalah hadîts yang Muslim telah meriwayatkannya dari jalur Ka'b bin 'Alqamah, dari 'Abdirrahmân bin Jubair dari 'Abdullâh bin 'Amr Ibnil 'Âsh.

Dengan demikian kami memiliki anggapan bahwa 'ulamâ hadîts yang menyebutkan hadîts dha'îf itu sebagai pengikutan saja terhadap hadîts-hadîts shahîh, bukan sebagai sandaran utama dalam menetapkan suatu hukum. Wallâhu A'lam.

Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Ayyadahullâh pada tanggal 25 Muharram 1439 di Kemang Pratama 3 Bekasi. 

⛵ http://t.me/majaalisalkhidhir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar