Senin, 20 Januari 2020

DÂ'Î DI YAMAN DISEBUT SYAIKH, DI INDONESIA DISEBUT USTÂDZ


📱 Pertanyaan:
Izin bertanya yâ Ustâdz, bila seorang dâ'î sudah dijuluki Syaikh lalu dipanggil Ustâdz, apa itu masuk perendahan padanya, karena ada komentar di medsos pada saat ada brosur muhâdharah seorang dâ'î tertulis Ustâdz, dikomentari "sudah jadi Syaikh masih saja disebut Ustâdz?."

📲 Jawaban:
Penyebutan julukan kepada seorang itu dilihat pada dua keadaan:
Pertama: Kemasyhurannya dengan julukan yang disandangnya. 
Kedua: Penyesuaian dengan tempat yang dia berada padanya.
Kalau di tempat yang dia berada padanya, setiap dâ'î lebih dikenal dengan julukan Ustâdz maka tidak mengapa dia disebut Ustâdz, bahkan sebutan Ustâdz itu sebagai pemuliaan baginya. 

Di Yaman, penyebutan Syaikh itu lebih populer daripada penyebutan Ustâdz, seseorang keluar dakwah, yang penting dia bisa ceramah dan bisa khutbah maka dia disebut Syaikh, kami saksikan sendiri ketika berjalan dengan beberapa kawan, mereka itu disebut Syaikh, ternyata karena mereka dalam setahun ada jadwal keluar dakwah ke beberapa daerah di Yaman hingga mereka masyhur dengan sebutan Syaikh. 

Demikian pula di Indonesia ini, ketika seseorang mengajarkan ilmu agama, berdakwah atau menyampaikan ceramah, khutbah dan mengisi kajian-kajian maka dia disebut sebagai Ustâdz, bahkan pemerintah Indonesia menetapkan hal ini, sehingga dituliskan pada kartu identitas penduduk bagi dâ'î dengan pekerjaan Ustâdz/Muballigh. 

Yang jelasnya pada julukan Syaikh dan Ustâdz ini ada keluasan padanya bagi seorang dâ'î yang mengajarkan ilmunya, boleh dia disebut Ustâdz dan boleh pula disebut Syaikh. 
Al-Imâm Asy-Syâfi'î Rahimahullâh telah menetapkan penyebutan Ustâdz, beliau berkata:

أَخِيْ لَنْ تَنَالَ الْعِلْمَ إِلاَّ بِسِتَّةٍ سَأُنَبِّئُكَ عَنْ تَفْصِيْلِهَا بِبَيَانٍ: ذَكَاءٍ وَحِرْصٍ وَاجْتِهَادٍ وَدِرْهَمٍ وَصُحْبَةِ أُسْتَاذٍ وَطُوْلِ زَمَانٍ

“Saudaraku, kamu tidak akan meraih ilmu kecuali dengan enam perkara yang aku akan kabarkan kepadamu perinciannya dengan penjelasan, yaitu: Kecerdasan, semangat, kesungguhan, biaya, bersahabat dengan Ustâdz dan waktu yang lama.”

Demikian pula penetapan terhadap penyebutan Syaikh telah ada dari zaman dahulu, berkata 'Anbasah bin Sa'îd Rahimahullâh:

وَاللَّهِ لاَ يَزَالُ هَذَا الْجُنْدُ بِخَيْرٍ مَا عَاشَ هَذَا الشَّيْخُ بَيْنَ أَظْهُرِهِمْ

"Demi Allâh akan senantiasa penduduk Syâm ini dalam kebaikan selama Syaikh ini masih hidup di tengah-tengah mereka."
Yakni Abû Qilâbah Rahimahullâh, beliau terkenal dengan periwayatan dan pengajarannya terhadap ilmu.

Oleh karena itu, kami pribadi ketika ditulis nama kami atau disebut sebagai Ustâdz maka kami anggap itu merupakan perkara biasa, karena memang itu yang dikenal oleh masyarakat kita.

Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada hari Senin 25 Jumâdal Úlâ 1441 / 20 Januari 2020 di Mutiara Gading Timur Bekasi.

http://t.me/majaalisalkhidhir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar