Rabu, 29 April 2020

PERKARA PENTING YANG HARUS DIKETAHUI OLEH ORANG YANG BERPUASA


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَحْدَهُ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مَنْ لَا نَبِيَ بَعْدَهُ، أَمَّا بَعْدُ

Orang yang berpuasa supaya puasanya diterima oleh Allâh ‘Azza wa Jalla maka hendaknya dia melakukan perkara-perkara berikut ini:

🔸 Mengikhlaskan niat.

Berkata Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

"Tidaklah mereka diperintah kecuali supaya mereka menyembah Allâh dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka menegakkan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus". (Al-Bayyinah: 5).
Berkata Al-'Allâmah Asy-Syirâzî Asy-Syâfi'î Rahimahullâh:

فَلَمْ تَصِحْ مِنْ غَيْرِ نِيَّةٍ كَالصَّوْمِ وَمَحَلُّ النِّيَةِ الْقَلْبِ فَإِنْ نَوَى بِقَلْبِهِ دُوْنَ لِسَانِهِ أَجْزَأْهُ

"Tidak akan sah amalan-amalan yang mendekatkan diri kepada Allâh dengan tanpa adanya niat seperti puasa, dan tempat niat adalah di dalam hati. Jika seseorang niatkan di dalam hatinya dengan tanpa mengucapkan dengan lisannya maka telah sah amalannya". [Al-Muhadzdzab fî Fiqhi Al-Imâm Asy-Syâfi'î (juz 1/hal 134)].

🔸 Mentauhîdkan Allâh 'Azza wa Jalla dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.

Berkata Al-Ustâdz Abul 'Abbâs Harmîn bin Salîm Al-Limbôrî Rahimahullâh: “Orang yang beramal akan tetapi keîmânannya tidak benar, dia mencampur keîmânannya itu dengan noda-noda kesyirikan maka dia merugi dan celaka, sebagaîmana yang telah Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ katakan:

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Kalaulah mereka berbuat kesyirikan maka sungguh lenyaplah dari mereka apa-apa yang mereka amalkan". (Al-An'âm: 88). [Hubungan Antara Tauhîd dengan Syari’at (hal. 14)].

🔸 Memeluk agama Islâm dengan mengikuti ajaran-ajarannya.

Barangsiapa melakukan suatu amalan yang amalan itu bukan termasuk dari ajaran-ajaran Islâm seperti ajaran nenek moyang atau ajaran sesuai tradisi dan adat istiadat yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islâm maka amalan tersebut tidak diterima oleh Allâh Ta'âlâ dan bahkan orang yang  melakukannya tergolong ke dalam orang-orang yang merugi, berkata Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Barangsiapa mencari agama selain agama Islâm, maka sekali-kali dia tidak akan diterima agama itu darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi." (Ãli 'Imrân: 85).

🔸 Mengikuti Petunjuk Nabî Muhammad Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam.

Berkata Al-Ustâdz Abul ‘Abbâs Harmîn bin Salîm Al-Limbôrî Rahimahullâh: “Seseorang yang beramal akan tetapi tidak sesuai dengan petunjuk Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ dan Rasûl-Nya Muhammad Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam maka dia adalah termasuk dari orang-orang yang merugi, atau orang yang memiliki keîmânan akan tetapi beramal dengan amalan yang tidak ada petunjuknya di dalam agama maka dia termasuk dari orang-orang yang merugi, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam menjelaskan di dalam hadîtsnya yang diriwayatkan oleh Al-Imâm Ahmad dari 'Âisyah Radhiyallâhu 'Anhâ, bahwa Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam berkata:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang mengadakan perkara baru di dalam urusan agama kami ini, yang itu bukan termasuk darinya maka tertolak". Di dalam riwayat Al-Imâm Muslim disebutkan bahwa Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam berkata:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa melakukan suatu amalan yang amalan tersebut bukan dari perkara agama kami maka amalan itu tertolak." [Hubungan Antara Tauhîd dengan Syari’at (hal. 14)].

🔸 Menegakan Shalat.

Walaupun seseorang melakukan berbagai amal kebaikan seperti puasa, zakat dan haji serta amalan kebaikan yang lainnya ketika keberadaan dia tidak menegakan shalat maka amalan-amalan kebaikannya tersebut tidaklah berguna baginya, berkata Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam: 

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا عَزَّ وَجَلَّ لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ: انْظُرُوا فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍفَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ: أَتِمُّوا لِعَبْدِى فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ. ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ عَلَى ذَلِكُمْ 

“Sesungguhnya amalan yang pertama kali diperhitungkan pada manusia di hari kiamat nanti adalah shalat. Allâh ‘Azza wa Jalla berkata kepada malaikat-Nya dan Dia lebih mengetahui: “Lihatlah pada shalat hamba-Ku. Apakah shalatnya sempurna ataukah tidak? Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun jika shalatnya ada sedikit kekurangan, maka Allâh berkata: Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah. Jika hamba-Ku memiliki amalan sunnah, Allâh berkata: Sempurnakanlah kekurangan yang ada pada amalan wâjib dengan amalan sunnahnya.” Kemudian amalan lainnya akan diperlakukan seperti ini.” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzî, Ibnu Mâjah dan Abû Dâwud dari hadîts Abû Hurairah Radhiyallâhu 'Anhu. 
Berkata Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:

الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

"Perjanjian antara kita orang-orang yang Islâm dengan mereka orang-orang kâfir adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka sungguh dia telah kâfir." Diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah, An-Nasâ’î dan At-Tirmidzî.
Ketika seseorang keberadaannya seperti itu maka tidaklah berguna amalannya, Allâh Ta’âlâ berkata:

وَقَدِمۡنَآ إِلَىٰ مَا عَمِلُواْ مِنۡ عَمَلٖ فَجَعَلۡنَٰهُ هَبَآءٗ مَّنثُورًا 

“Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu bagaikan debu yang berterbangan.” [Al-Furqân: 23].  

Di tulis oleh:
Muhammad Al-Khidhir pada tanggal 15 Sya’bân 1438 di Bekasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar