📱 Pertanyaan:
Bagaimana menanggapi syubhat yang membolehkan untuk berontak kepada penguasa yang sah dengan argumen bahwa Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah Rahimahullâh mengajak rakyat untuk memberontak kepada penguasa Mongol?
📲 Jawaban:
Jika yang membolehkan memberontak kepada penguasa yang sah itu berargumen dengan perbuatan Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah Radhiyallâhu 'Anhu wa Rahimah yang beliau telah mengajak rakyat untuk berjihâd melawan pasukan Mongol maka kita tanggapi dengan beberapa tanggapan:
1). Pasukan Mongol atau yang dikenal dengan pasukan Tartar itu berpusat di Mongolia, mereka masuk ke negeri-negeri di Timur Tengah dan bahkan sempat menyebrangi lautan Cina menuju Nusantara ini, dan ketika itu bertepatan dengan awal berdirinya kerajaan Majapahit, yang Raden Wijaya selaku pendiri kerajaan Majapahit memanfaatkan pasukan Tartar ini untuk memerangi kerajaan Kediri, pasukan Tartar ini dikenal di Nusantara dengan sebutan pasukan Kubilai Khân, dan Raden Wijaya memanfaatkan mereka untuk memerangi musuh kerajaan Majapahit, setelah itu kerajaan Majapahit memerangi pasukan Kubilai Khân ini.
Pasukan Kubilai Khân atau yang disebut dengan pasukan Mongol ini melakukan ekspansi kekuasaan di berbagai belahan dunia, mereka melakukan penjajahan serta memerangi kerajaan Islâm di Mesir yang dipimpin oleh Sulthân An-Nâshir Al-Qalawûn, yang wilayah kekuasaannya meliputi negeri Syâm, beliau ini diupayakan untuk digulingkan oleh pasukan Mongol melalui kerja sama dengan tangan-tangan qâdhî dan 'ulamâ yang membai'at Al-Jasyinkir. Dan keadaan pasukan Mongol ini persis seperti yang disebutkan:
إِذَا دَخَلُوا۟ قَرۡیَةً أَفۡسَدُوهَا وَجَعَلُوۤا۟ أَعِزَّةَ أَهۡلِهَاۤ أَذِلَّةࣰۚ
"Jika mereka memasuki suatu negeri maka mereka menghancurkannya, orang-orang mulia di negeri tersebut mereka jadikan hina." [Surat An-Naml: 34].
Dengan melihat kerusakan dan kejahatan mereka seperti itu maka Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah Radhiyallâhu 'Anhu wa Rahimah membangkitkan semangat jihâd rakyat yang ada di negeri Syâm untuk memerangi pasukan Mongol sehingga dengan sebab itu kerajaan Islâm yang dipimpin oleh Sulthân An-Nâshir Al-Qalawûn kembali berdaulat.
Dan benar adanya, setelah pasukan Mongol ditaklukan maka kerajaan Islâm pun berdaulat kembali, kemudian di antara para qâdhî dan 'ulamâ yang benci Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah Radhiyallâhu 'Anhu wa Rahimah yang sebelumnya ikut mengkudeta penguasa mulai melakukan pendekatan kepada penguasa hingga memperkarakan Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah Radhiyallâhu 'Anhu wa Rahimah yang kemudian mereka memenjarakan beliau hingga beliau wafat.
2). Keberadaan pasukan Mongol itu lebih merusak dan lebih jahat daripada pasukan Belanda yang pernah menjajah Nusantara ini, ketika pahlawan Nusantara semisal Imâm Bonjol Radhiyallâhu 'Anhu wa Rahimah bangkit mengobarkan jihâd melawan pasukan Belanda maka itu sudah pantas, dan tentu lebih pantas lagi ketika jihâd itu dikobarkan untuk melawan pasukan Mongol yang ketika itu sebagian umat Islâm mengira merekalah Ya'jûj dan Ma'jûj.
3). Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah Radhiyallâhu 'Anhu wa Rahimah mengobarkan jihâd melawan pasukan Mongol itu mendapatkan dukungan yang luar biasa dari rakyat, sedangkan orang yang mengajak memberontak kepada penguasa yang sah di zaman seperti ini masih dipertanyakan tentang adanya dukungan yang luar biasa dari rakyat? Jangankan dukungan dengan kekuatan jiwa, dengan dukungan suara saja sudah menjadi bahan pertimbangan yang harus dipikirkan lagi, oleh karenanya:
فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
"Maka ambillah pelajaran oleh kalian wahai orang-orang yang berakal sehat." (Al-Hasyr: 2).
4). Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah Radhiyallâhu 'Anhu wa Rahimah bangkit bersama rakyat untuk berjihâd melawan pasukan Mongol itu bersamaan dengan perjuangan kaum Muslimîn di negeri lainnya, di berbagai negeri kaum Muslimîn itu tersibukkan dengan jihâd melawan pasukan Mongol, jadi untuk meraih kemengan itu sangat memungkinkan, karena pasukan Mongol selain berhadapan dengan kaum Muslimîn di Timur Tengah, di seluruh benua Asia pun pasukan Mongol berhadapan dengan kaum kafir lainnya. Adapun kalau memberontak kepada penguasa yang sah maka harus banyak memperhitungkan dan mempertimbangkan maslahat serta mafsadatnya, apakah kemenangan bisa diraih?.
Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh pada hari Selasa 22 Syawwâl 1440 / 25 Juni 2019 di Mutiara Gading Timur Bekasi.
⛵ http://t.me/majaalisalkhidhir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar