📱 Pertanyaan:
'Afwân Ustâdz mohon penjelasannya terhadap hadîts ini:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رضي الله عنه قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الدُّعَاءِ أَسْمَعُ؟ قَالَ: جَوْفَ اللَّيْلِ الْآخِرِ، وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوبَاتِ
"Dari Abû Umâmah Radhiyallâhu 'Anhu, beliau berkata: Ada yang bertanya: Wahai Rasûlullâh doa manakah yang lebih didengar? Beliau menjawab: Berdoa pada pertengahan malam terakhir dan penghujung shalat-shalat yang wâjib." Riwayat At-Tirmidzî (no. 3499).
📲 Jawaban:
Perkataannya: "Dari Abû Umâmah" yakni hadîts tersebut diriwayatkan oleh Abû Umâmah dari Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam.
Nama lengkap Abû Umâmah adalah Shudaî bin 'Ajlân bin Wahb Al-Bâhilî Radhiyallâhu 'Anhu. Beliau salah seorang Shahabat yang ikut dalam bai'at di bawah pohon dan beliau pula salah seorang dâ'î yang diutus oleh Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam kepada kaumnya hingga mengislamkan mereka.
Perkataannya: "Qîla" yaitu fi'lun mâdhîn mughayyirush shîghah atau bishîghatil mabnî lilmajhûl, yakni tidak disebutkan nama orang yang mengatakannya.
Perkataannya: "Yâ Rasûlallâh", yaitu seruan yang sopan dan beradab dari seseorang kepada orang lain dengan menyebut julukan atau gelar yang dikenal dengannya. Rasûlullâh yang dimaksud adalah Muhammad Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam, penetapannya sebagai Rasûlullâh telah disebutkan di dalam Al-Qur'ãn:
مُّحَمَّدࣱ رَّسُولُ ٱللَّهِۚ
"Muhammad adalah Rasûlullâh." [Surat Al-Fath: 29].
Perkataannya: "Ad-Du'â" adalah suatu pemohonan dari makhluk kepada Al-Khâliq (Allâh Yang Maha Pencipta), barangsiapa memohon kepada-Nya maka sungguh dia telah beribadah kepada-Nya dan barangsiapa yang enggan untuk memohon kepada-Nya maka sungguh dia telah menyombongkan diri:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِیۤ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ إِنَّ ٱلَّذِینَ یَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِی سَیَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِینَ
"Berkata Rabb kalian: Memohonlah kalian kepada-Ku maka Aku akan kabulkan permohonan kalian, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku maka mereka akan masuk Neraka dalam keadaan hina dina." [Surat Ghâfir: 60].
Perkataannya: "Asma'u", isim tafdhil, menunjukkan atas suatu kelebihan dan keunggulan, yang merupakan ungkapan lain dari makna mustajâbah sebagaimana diperjelas di dalam suatu hadîts:
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ
"Rabb kita Tabâraka wa Ta'âlâ turun pada setiap malam ke langit dunia, pada saat sepertiga malam terakhir Dia berkata: Barangsiapa berdoa kepada-Ku maka Aku kabulkan doanya." Riwayat Al-Bukhârî (no. 1145) dari Abû Hurairah Radhiyallâhu 'Anhu.
Perkataannya: "Jaufal lailil ãkhir" yaitu sepertiga malam terakhir sebagaimana diperjelas pada hadîts dari Abû Hurairah Radhiyallâhu 'Anhu tersebut.
Perkataannya: "Duburash shalawât" yaitu penghujung shalat-shalat. Dan lafazh ini ada dua penafsiran:
Pertama: Sebelum salâm.
Kedua: Setelah salâm.
Di antara 'ulamâ ada yang menafsirkan duburash shalawât yaitu setelah salâm, mereka berdalîl dengan perkataan Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam kepada orang-orang yang tidak memiliki harta supaya bisa menyamai amalan orang-orang berharta yang bersedekah dengan harta mereka:
تُسَبِّحُونَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ عَشْرًا، وَتَحْمَدُونَ عَشْرًا، وَتُكَبِّرُونَ عَشْرًا
"Hendaklah kalian bertasbih 10 kali pada penghujung setiap shalat, hendaklah kalian bertahmîd 10 kali pula, dan hendaklah kalian bertakbîr 10 kali pula." Riwayat Al-Bukhârî (no. 6329).
Yang dimaksud penghujung setiap shalat pada hadîts ini adalah akhir shalat setelah salâm, karena dzikir-dzikir tersebut pembacaannya setelah salâm.
Dan yang benar pada penafsiran makna" duburash shalawât" di dalam hadîts tersebut adalah akhir shalat sebelum salâm, ini diperjelas dengan hadîts:
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَعَوَّذُ مِنْهُنَّ دُبُرَ الصَّلاَةِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
"Bahwasanya Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam berlindung dari beberapa perkara pada penghujung shalatnya: Yâ Allâh aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut, aku berlindung kepada-Mu dari kepikunan, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia dan aku berlindung kepada-Mu dari siksaan kubur." Riwayat Al-Bukhârî (no. 2822).
Makna ini yang sesuai pemahaman para Shahabat, di antara mereka berkata kepada Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:
عَلِّمْنِي دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِي صَلاَتِي
"Ajarkanlah kepadaku suatu doa yang aku berdoa dengannya di dalam shalatku." Riwayat Al-Bukhârî (no. 834).
Mereka tidak katakan supaya kami berdoa setelah selesai shalat, karena mereka memahami dan mengetahui secara pasti bahwa doa yang paling utama dan paling didengar adalah di dalam shalat, terkhusus di dalam sujûd dan di akhir shalat sebelum salâm. Oleh karena itu Al-Imâm Al-Bukhârî Rahimahullâh membawakan bâb secara khusus kemudian beliau ikutkan hadîts-hadîts tentang perkara ini, beliau katakan:
بَابُ التَّسْبِيحِ وَالدُّعَاءِ فِي السُّجُودِ
"Bâb bertasbîh dan berdoa di dalam sujûd."
Beliau juga katakan:
بَابُ الدُّعَاءِ قَبْلَ السَّلاَمِ
"Bâb berdoa sebelum salam."
Perkataannya: "Al-Maktûbât" yaitu shalat-shalat wâjib yang 5 waktu, pelaksanaannya bagi laki-laki diwajibkan secara berjamâ'ah di masjid dan itu lebih utama bagi mereka, berkata Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:
فَإِنَّ أَفْضَلَ صَلاَةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ، إِلاَّ الصَّلاَةَ الْمَكْتُوبَةَ
"Sesungguhnya seutama-utama shalat bagi seseorang adalah di rumahnya kecuali shalat al-maktûbah." Riwayat Al-Bukhârî (no. 731).
Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada malam Ahad tanggal 6 Rajab 1441 / 1 Maret 2020 di Mutiara Gading Timur Bekasi.
http://t.me/majaalisalkhidhir