Kita merasa kaget tatkala beberapa orang mengatakan bahwa di antara para Ustâdz yang dulu pernah kita belajar ke mereka: "Bahwa mereka telah rujû', sebagian mereka pernah terkena fitnah." Kita pun menanyakan: "Terkena fitnah apa?" Di antara mereka menjawab: "Pernah keras." Kita menanyakan lagi: "Lalu rujû' dari apa?". Di antara mereka menjawab: "Rujû dari mengharamkan gambar makhluk bernyawa, sehingga sudah pada tampil di media-media sosial."
Dengan mengetahui jawaban tentang rujû mereka seperti itu, membuat kita teringat dengan Al-Imâm Ibnul 'Utsaimîn Rahmatullâh 'Alainâ wa 'Alaih yang telah rujû dari pendapatnya tatkala sampai kepada beliau surat nasehat tentang permasalahan gambar makhluk bernyawa, beliau pun katakan:
وأمَّا تَصوِيرُ ذَوَاتِ الأَروَاحِ: مِن إنسانٍ أو غيرهِ فلا رَيْبَ في تحريمهِ، وأنَّهُ مِنْ كبائرِ الذُّنوبِ، لثبوتِ لَعنِ فاعلهِ على لسانِ رسولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وهٰذا ظاهرٌ فيما إذا كانَ تمثالاً، أيْ: مُجسَّمًا، أو كانَ باليدِ.• أمَّا إذا كانَ بالآلةِ الفوريَّةِ الَّتي تَلْتَقِطُ الصُّورةَ ولا يكونُ فيها أيُّ عَمَلٍ مِنَ الْمُلْتَقِطِ مِنْ تخطيطِ الوجهِ وتفصيلِ الجسمِ ونحوهِ: فإنْ اِلتُـقِطَتِ الصُّورةُ لأجلِ الذِّكرى ونحوِها مِنَ الأغراضِ الَّتي لا تُبيحُ اِتِّخاذ الصُّورةَ فإنَّ اِلتقاطَها بالآلةِ مُحرَّمٌ تحريمَ الوسَائلِ، وإنْ اِلتُـقطَتُ الصُّورةُ للضَّرورةِ أو الحاجةِ فلا بأسَ بذٰلكَ. هٰذا خُلاصةُ رأيي في هٰذه المسألةِ
"Adapun menggambar makhluk bernyawa, termasuk manusia atau selainnya, maka tidak ada keraguan tentang keharamannya dan itu termasuk dari dosa-dosa besar, karena adanya laknat dari Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam atas pelakunya. Inilah yang jelas jika keberadaannya itu berupa patung yaitu yang berjasad, atau jika keberadaannya itu dengan goresan tangan. Adapun kalau dengan alat kamera yang mengambil gambar tanpa ada padanya perbuatan sedikitpun dari pengambilan gambar yang berupa pelukisan wajah dan pembentukan tubuh serta yang semisalnya, jika gambar itu diambil untuk kenang-kenangan dan yang semisalnya dari tujuan-tujuan yang gambar itu tidak dibolehkan padanya, maka sesungguhnya pengambilan gambar dengan alat itu diharamkan dengan pengharaman dari sisi wasilah. Jika gambar itu diambil untuk sesuatu yang darurat atau suatu hajat maka tidaklah mengapa. Inilah kesimpulan pendapat saya dalam masalah ini. (Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil Ibni ‘Utsaimîn: 2/287-289).
Para salaf merujû' karena dalîl sharîh shahîh telah tegak atas mereka, bukan meninggalkan dalîl sharîh shahîh karena mengikuti suatu pendapat.
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"Wahai Rabb kami, janganlah Engkau memalingkan hati kami setelah Engkau memberikan hidayah kepada kami. Karuniakanlah kami dengan rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau adalah Al-Wahhâb (Maha Pemberi karunia)."
Fâidah dari Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada hari Sabtu tanggal 24 Jumâdal Ãkhirah 1442 / 6 Februari 2021 di Dârul Qur'ãn wal Hadîts Bekasi.
============
Tambahan fâidah silahkan merujuk ke:
==============