Halaman

Senin, 08 Februari 2021

ASY-SYAIKH IBNUL 'UTSAIMÎN TELAH RUJÛ', MEREKA BELUM RUJÛ'

Kita merasa kaget tatkala beberapa orang mengatakan bahwa di antara para Ustâdz yang dulu pernah kita belajar ke mereka: "Bahwa mereka telah rujû', sebagian mereka pernah terkena fitnah." Kita pun menanyakan: "Terkena fitnah apa?" Di antara mereka menjawab: "Pernah keras." Kita menanyakan lagi: "Lalu rujû' dari apa?". Di antara mereka menjawab: "Rujû dari mengharamkan gambar makhluk bernyawa, sehingga sudah pada tampil di media-media sosial."

Dengan mengetahui jawaban tentang rujû mereka seperti itu, membuat kita teringat dengan Al-Imâm Ibnul 'Utsaimîn Rahmatullâh 'Alainâ wa 'Alaih yang telah rujû dari pendapatnya tatkala sampai kepada beliau surat nasehat tentang permasalahan gambar makhluk bernyawa, beliau pun katakan:

وأمَّا تَصوِيرُ ذَوَاتِ الأَروَاحِ: مِن إنسانٍ أو غيرهِ فلا رَيْبَ في تحريمهِ، وأنَّهُ مِنْ كبائرِ الذُّنوبِ، لثبوتِ لَعنِ فاعلهِ على لسانِ رسولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وهٰذا ظاهرٌ فيما إذا كانَ تمثالاً، أيْ: مُجسَّمًا، أو كانَ باليدِ.• أمَّا إذا كانَ بالآلةِ الفوريَّةِ الَّتي تَلْتَقِطُ الصُّورةَ ولا يكونُ فيها أيُّ عَمَلٍ مِنَ الْمُلْتَقِطِ مِنْ تخطيطِ الوجهِ وتفصيلِ الجسمِ ونحوهِ: فإنْ اِلتُـقِطَتِ الصُّورةُ لأجلِ الذِّكرى ونحوِها مِنَ الأغراضِ الَّتي لا تُبيحُ اِتِّخاذ الصُّورةَ فإنَّ اِلتقاطَها بالآلةِ مُحرَّمٌ تحريمَ الوسَائلِ، وإنْ اِلتُـقطَتُ الصُّورةُ للضَّرورةِ أو الحاجةِ فلا بأسَ بذٰلكَ. هٰذا خُلاصةُ رأيي في هٰذه المسألةِ

"Adapun menggambar makhluk bernyawa, termasuk manusia atau selainnya, maka tidak ada keraguan tentang keharamannya dan itu termasuk dari dosa-dosa besar, karena adanya laknat dari Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam atas pelakunya. Inilah yang jelas jika keberadaannya itu berupa patung yaitu yang berjasad, atau jika keberadaannya itu dengan goresan tangan. Adapun kalau dengan alat kamera yang mengambil gambar tanpa ada padanya perbuatan sedikitpun dari pengambilan gambar yang berupa pelukisan wajah dan pembentukan tubuh serta yang semisalnya, jika gambar itu diambil untuk kenang-kenangan dan yang semisalnya dari tujuan-tujuan yang gambar itu tidak dibolehkan padanya, maka sesungguhnya pengambilan gambar dengan alat itu diharamkan dengan pengharaman dari sisi wasilah. Jika gambar itu diambil untuk sesuatu yang darurat atau suatu hajat maka tidaklah mengapa. Inilah kesimpulan pendapat saya dalam masalah ini. (Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil Ibni ‘Utsaimîn: 2/287-289).

Para salaf merujû' karena dalîl sharîh shahîh telah tegak atas mereka, bukan meninggalkan dalîl sharîh shahîh karena mengikuti suatu pendapat. 

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

"Wahai Rabb kami, janganlah Engkau memalingkan hati kami setelah Engkau memberikan hidayah kepada kami. Karuniakanlah kami dengan rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau adalah Al-Wahhâb (Maha Pemberi karunia)."

Fâidah dari Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada hari Sabtu tanggal 24 Jumâdal Ãkhirah 1442 / 6 Februari 2021 di Dârul Qur'ãn wal Hadîts Bekasi. 

============

Tambahan fâidah silahkan merujuk ke:

==============




Sabtu, 30 Januari 2021

JANGAN PERNAH MEREMEHKAN KEBAIKAN


Jangan sekali-kali kamu meremehkan suatu kebaikan, meskipun itu sangat kecil di mata manusia, karena sesungguhnya kamu tidak mengetahui amalan manakah yang akan memasukanmu ke dalam Surga? Bisa jadi kecintaan dan senyumanmu ketika berjumpa dengan orang shâlih akan menjadi penyebab kamu diikutkan masuk Surga bersamanya. Berkata Nabiuttaubah Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:

لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

"Janganlah kamu sekali-sekali meremehkan sesuatu apapun dari kebaikan, meskipun kamu ketika berjumpa dengan saudaramu hanya dengan senyuman wajah." Riwayat Muslim.
Berkata Nabiurrahmah 'Alaihish Shalâtu was Salâm:

أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

"Kamu bersama dengan orang yang kamu cintai." Riwayat Al-Bukhârî dan Muslim. 
Berkata Anas bin Mâlik Radhiyallâhu 'Anhu:

فَأَنَا أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِأَعْمَالِهِمْ

"Aku mencintai Allâh, Rasûl-Nya, Abû Bakr, dan 'Umar. Aku berharap supaya keberadaanku bersama mereka, meskipun aku tidak beramal semisal dengan amalan mereka." Riwayat Al-Bukhârî dan Muslim.

Fâidah dari Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada hari Ahad 18 Jumâdal Ãkhirah 1442 / 31 Januari 2021 di Dârul Qur'ãn wal Hadîts Bekasi.

Senin, 11 Januari 2021

KEMATIAN PEMENANG SATU-SATUNYA DI DUNIA



Hanyalah yang menjadi pemenang satu-satunya di dalam perlombaan kehidupan dunia adalah kematian. Bagaimanapun pencapaian seseorang terhadap kesuksesan dunia?! Bagaimanapun tingginya kedudukan seseorang?! Bagaimanapun panjangnya usia seseorang dalam menikmati jabatannya? Kematianlah yang akan menggugurkannya, kematianlah yang akan memutusnya, berkata Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ:

أَیۡنَمَا تَكُونُوا۟ یُدۡرِككُّمُ ٱلۡمَوۡتُ وَلَوۡ كُنتُمۡ فِی بُرُوجࣲ مُّشَیَّدَةࣲ

"Dimana saja kalian berada maka kematian akan mendapati kalian, meskipun keberadaan kalian di dalam benteng yang kokoh." [Surat An-Nisâ': 78]. 
Oleh karena itu, Nabî Alaihish Shalâtu was Salâm berkata:

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ

"Perbanyaklah oleh kalian mengingat pemutus berbagai kelezatan". Yakni kematian. Riwayat At-Tirmidzî. 

Nasehat dari Ustâdzunâ Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada
hari Selasa 28 Jumâdal Úlâ 1442 / 12 Januari 2021 di Dârul Qur'ãn wal Hadîts Bekasi.

Kamis, 07 Januari 2021

SENYUMAN DAN KEKHAWATIRAN NABÎ SHALLALLÂHU ALAIHI WA SALLAM


Berkata 'Âisyah Radhiyallâhu 'Anhâ:

مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَاحِكًا حَتَّى أَرَى مِنْهُ لَهَوَاتِهِ، إِنَّمَا كَانَ يَتَبَسَّمُ

"Tidaklah aku melihat Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam tertawa sampai aku melihat kepada suara-suara tertawanya, hanya saja beliau tertawa dengan senyuman." Riwayat Al-Bukhârî (no. 4828). 
Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam paling banyak senyum, namun tatkala beliau melihat awan datang maka wajah beliau berubah, berkata 'Âisyah Radhiyallâhu 'Anhâ:

وَكَانَ إِذَا رَأَى غَيْمًا أَوْ رِيحًا عُرِفَ فِي وَجْهِهِ. قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الْغَيْمَ فَرِحُوا، رَجَاءَ أَنْ يَكُونَ فِيهِ الْمَطَرُ، وَأَرَاكَ إِذَا رَأَيْتَهُ عُرِفَ فِي وَجْهِكَ الْكَرَاهِيَةُ. فَقَالَ: يَا عَائِشَةُ مَا يُؤْمِنِّي أَنْ يَكُونَ فِيهِ عَذَابٌ عُذِّبَ قَوْمٌ بِالرِّيحِ، وَقَدْ رَأَى قَوْمٌ الْعَذَابَ فَقَالُوا: هَذَا عَارِضٌ مُمْطِرُنَا

"Beliau jika melihat awan atau angin maka diketahui pada wajahnya, aku berkata kepadanya: "Wahai Rasûlullâh, sesungguhnya orang-orang tatkala melihat awan maka mereka bergembira, mereka berharap akan ada hujan dan aku melihatmu jika engkau melihat awan maka diketahui pada wajahmu ketidaksukaan. Beliau berkata: "Wahai 'Âisyah, tidaklah aku merasa aman dari akan adanya azab, telah diazab suatu kaum dengan angin, sungguh suatu kaum telah melihat azab lalu mereka katakan: "Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan untuk kami." Riwayat Al-Bukhârî (no. 4829).
Masihkah kita akan menempatkan senyum bahkan tertawa di saat awan gelap datang? Masihkah kita akan menganggap pasti itu hanya membawa hujan? Berkata Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ:

فَلَمَّا رَأَوۡهُ عَارِضࣰا مُّسۡتَقۡبِلَ أَوۡدِیَتِهِمۡ قَالُوا۟ هَـٰذَا عَارِضࣱ مُّمۡطِرُنَاۚ بَلۡ هُوَ مَا ٱسۡتَعۡجَلۡتُم بِهِۦۖ رِیحࣱ فِیهَا عَذَابٌ أَلِیمࣱ ۝  تُدَمِّرُ كُلَّ شَیۡءِۭ بِأَمۡرِ رَبِّهَا فَأَصۡبَحُوا۟ لَا یُرَىٰۤ إِلَّا مَسَـٰكِنُهُمۡۚ كَذَ ٰ⁠لِكَ نَجۡزِی ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡمُجۡرِمِینَ

"Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, mereka berkata: "Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami". Bahkan itu adalah azab yang kalian minta supaya datang dengan segera, yaitu angin yang mengandung azab yang pedih. Menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Rabbnya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali puing-puing tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa." [Surat Al-Ahqâf: 24 - 25]. 
Anggaplah bahwa awan itu pasti membawa hujan, namun apakah tidak khawatir akan datang bersamanya badai angin atau akan mengakibatkan banjir yang mampu menjalankan dan merobohkan bangunan-bangunan:

ءَأَمِنتُم مَّن فِی ٱلسَّمَاۤءِ أَن یَخۡسِفَ بِكُمُ ٱلۡأَرۡضَ فَإِذَا هِیَ تَمُورُ ۝  أَمۡ أَمِنتُم مَّن فِی ٱلسَّمَاۤءِ أَن یُرۡسِلَ عَلَیۡكُمۡ حَاصِبࣰاۖ فَسَتَعۡلَمُونَ كَیۡفَ نَذِیرِ

"Apakah kalian merasa aman terhadap Allâh yang berada di atas langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kalian, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang? Atau apakah kalian merasa aman terhadap Allâh yang berada di atas langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kalian akan mengetahui bagaimana akibat mendustakan peringatan-Ku?." [Surat Al-Mulk: 16-17].

Dinukil dari khutbah Jum'at Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada tanggal 24 Jumâdal Úlâ 1442 / 8 Januari 2021 di Masjid Al-Kautsar Kp Tenggilis Mustikajaya Bekasi.