Pertanyaan:
Shiddîq (Al-Bûgisî) dan kawan-kawannya Tsâbitîn (orang-orang kokoh) di atas paham murji'ah menyebutkan bahwa kamu mulabbis (pembuat pengaburan), mereka menukilkan bantahan syaikh-syaikh mereka kepadamu. Di antara yang membantahmu adalah Syaikh mereka 'Abdul Hamîd Al-Hajûrî, dia mengatakan tentang kalian: "Mereka itu membuat pengaburan atas kalian, jangan kalian menghiraukan mereka." Demikian pula syaikh mereka Thâriq Al-Ba'dânî mengatakan tentangmu: "Tidak tersedia baginya, dan ini tidak benar, syaikh kami (Al-Wâdi'î) mengkritik murji'ah, Abû Hanîfah adalah murjî dan Al-Albanî adalah imâm bukan termasuk murji'ah.
Jawaban:
Alhamdulillâh, sungguh kita telah mengetahui tentang mereka dari dulu. Andaikan keberadaan kita tidak berbicara tentang kesalahan-kesalahan mereka maka mereka tidak akan membicarakan kita. Kalau kita menyepakati mereka dalam mengkritik dan menganggap mubtadi' (penganut bid'ah) terhadap seorang muslim maka mereka tidak akan membicarakan kita, sebagaimana mereka telah membicarakan Asy-Syaikh Rabî' Al-Madkhalî. Dahulu keberadaan Asy-Syaikh Rabî' Al-Madkhalî paling tinggi kedudukannya di sisi mereka, perkataan-perkataan mereka banyak dalam memujinya dan memberikan sanjungan kepadanya, mereka menjadikan kumpulan tulisan-tulisannya sebagai rujukan mereka pada masalah yang mereka namai masalah-masalah manhaj, mereka menempatkannya di perpustakaan mereka. Tatkala dia membicarakan sebagian syaikh-syaikh mereka maka mereka mulai mencari-cari kesalahannya, kemudian mereka membantahnya. Padahal hakekat orang-orang kokoh di atas murji'ah dan Asy-Syaikh Rabi' itu sama, mereka mengkritik orang yang menyelisihi mereka pada masalah-masalah manhaj, mereka tidak memberi udzur kepada orang yang menyelisihi mereka padanya. Adapun pada masalah 'aqîdah maka mereka 'âdzirûn (para pemberi udzur) kepada orang yang melakukan kesyirikan dan kekâfiran.
Lihatlah kalian kepada keadaan mereka sekarang, kalaulah keberadaan seseorang menyelisihi mereka dalam mencela dan menganggap mubtadi' terhadap seorang muslim atau dia memiliki perkataan dalam merekomendasikannya, memujinya dan memberikan sanjungan kepadanya maka sungguh mereka akan membicarakannya dan memperingatkan orang lain darinya, sebagaimana yang mereka telah menerapkan itu kepada Syaikh yang mulia 'Abdullâh Al-Jarbû' dan selain beliau dari para 'ulamâ.
Al-Imâm Abû Hanîfah adalah murji' menurut mereka, namun Asy-Syaikh Al-Albânî mengatakan: "Abû Hanîfah dan empat imâm, mereka itu di atas jalan Salaf."
Kenapa mereka tidak membicarakan Asy-Syaikh Al-Albânî?! Dalam keadaan dia memuji dan memberikan sanjungan terhadap Al-Imâm Abû Hanîfah?!.
Kenapa mereka tidak membicatakan Al-Albânî dalam keadaan dia mencela Syaikhul Islâm Muhammad bin 'Abdil Wahhâb semoga Allâh merahmatinya?! Al-Albânî mengatakan: "Hakekat Muhammad bin 'Abdil Wahhâb itu keutamaannya besar atas umat Islâm, akan tetapi ada padanya sesuatu dari ghulûw (sikap keterlaluan) dan syiddah (kekerasan)."
Al-Albânî katakan: "Adapun Wahhâbiyyah (orang-orang yang semanhaj dengan Syaikhul Islâm Muhammad bin 'Abdil Wahhâb) maka aku tidak memiliki urusan dengan mereka, aku mengkritik mereka, bahkan terkadang sangat keras kritikanku kepada mereka daripada selainku, barangkali orang-orang yang hadir di sini mengetahui kritikan kerasku itu."
Kenapa mereka tidak membicarakan Al-Albânî?!.
"Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kalian menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allâh, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum, mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah kalian, karena adil itu lebih dekat kepada taqwâ. Dan bertaqwâlah kalian kepada Allâh, sesungguhnya Allâh adalah Khabîr (Maha Mengetahui) terhadap apa yang kalian kerjakan.”
Berkata Asy-Syaikh As-Sa'dî semoga Allâh merahmatinya: “(Berbuat adillah kalian dalam bersaksi) sebagaimana kalian bersaksi menguatkan teman kalian maka kalian juga harus bersaksi melawan teman kalian (jika dia pada kesalahan). Dan sebagaimana kalian bersaksi melawan musuh kalian maka kalian juga harus bersaksi mendukungnya (jika dia pada kebenaran). Meskipun keberadaan musuh itu adalah orang kâfir atau mubtadi', karena sungguh wajib berlaku adil kepadanya dan wajib menerima kebenaran yang dia bawa, bukan karena dia yang mengatakannya (akan tetapi karena perkataannya itu kebenaran). Dan tidak menolak kebenaran hanya karena dia yang mengatakannya, karena sungguh perbuatan tersebut adalah kezhaliman terhadap kebenaran.”
Lihatlah kalian kepada perkataan mereka: "Abû Hanîfah adalah murjî dan Al-Albânî adalah imâm, bukan termasuk murji'ah."
Tanpa ada keraguan dan tanpa ada kebimbangan bahwa Al-Imâm Abû Hanîfah adalah imâm dari kalangan para imâm tanpa ada penolakan (tentang keimâmannya), beliau lebih mulia dan lebih utama daripada Asy-Syaikh Al-Albânî.
Berkata Adz-Dzahabî semoga Allâh merahmatinya pada pujiannya terhadap Abû Hanîfah dan sanjungan kepadanya: "Imâmah (teladan) dalam fikih dan seluk-beluknya diserahkan kepada imâm ini. Ini adalah perkara yang tidak ada keraguan padanya."
Berkata Asy-Syâfi'î semoga Allâh merahmatinya: "Orang-orang dalam masalah fikih adalah anak-anak Abû Hanîfah."
Berkata Al-Khuraibî semoga Allâh merahmatinya: "Tidak ada yang mencela Abû Hanîfah kecuali orang dengki atau orang bodoh."
Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah semoga Allâh merahmatinya telah menyebutkan Al-Imâm Abû Hanîfah termasuk dari para imâm terkenal yang menetapkan sifat-sifat bagi Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ.
Jika keberadaan Al-Imâm Abû Hanîfah termasuk murji'ah sebagaimana telah memperjelas demikian orang-orang itu, maka apakah mereka mengetahui dari mana Al-Imâm Abû Hanîfah mengambil perkataannya?! Karena sesungguhnya beliau mengatakan: "Tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil perkataan kami selama dia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya."
Beliau juga mengatakan: "Tidak boleh bagi seseorang untuk berfatwâ dari tulisan-tulisanku sampai dia mengetahui dari mana aku mengatakannya." Atau beliau katakan: "Harâm bagi orang yang tidak mengetahui dalîlku untuk berfatwâ dengan perkataanku."
Beliau juga katakan: "Jika telah shahîh hadîts maka itulah madzhabku."
Inilah madzhab Al-Imâm Abû Hanîfah semoga Allâh merahmatinya, dan berkata Ibnu Abil 'Izz semoga Allâh merahmatinya: "Ath-Thahâwî meriwayatkan suatu riwayat Abû Hanîfah bersama Hammâd bin Zaid, bahwa Hammâd bin Zaid tatkala meriwayatkan kepadanya hadîts: "Islâm manakah yang paling utama? Sampai pada akhir hadîts. Beliau berkata kepadanya: Tidakkah kamu melihatnya mengatakan: "Islâm manakah yang paling utama? Beliau berkata: "Îmân, kemudian menjadikan hijrah dan jihâd termasuk îmân?." Lalu Abû Hanîfah terdiam. Maka berkatalah sebagian murid-muridnya: "Kenapa engkau tidak menanggapinya?." Beliau menjawab: "Dengan apa aku akan menanggapinya dalam keadaan dia menceritakan ini kepadaku dari Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam."
Adapun perkataan Al-Imâm Abû Hanîfah semoga Allâh merahmatinya tentang penamaan îmân bahwasanya îmân adalah keyakinan di dalam hati dan mengucapkan dengan lisân, bahwasanya perbuatan berada di luar dari hakekat îmân maka ini sungguh telah disebutkan oleh Al-Imâm Ibnu 'Abdil Barr dan Ibnu Abil 'Izz apa yang menurutnya bahwa beliau telah rujû' (mencabut pendapatnya) itu, dan Allâh Yang Lebih Mengetahui.
Apakah didapati perkataan Asy-Syaikh Al-Albânî semoga Allâh merahmatinya bahwa dia telah rujû' dari tidak mengkafirkan para penyembah kuburan?!.
Apakah didapati perkataan Asy-Syaikh Muqbil semoga Allâh merahmatinya bahwa beliau telah rujû' dari perkataannya tentang masalah memberi udzur karena kebodohan pada perkara Tauhîd sebagaimana telah rujû' dari demikian itu Asy-Syaikh yang mulia 'Abdul Muhsin Al-'Abbâd?!.
Segala puji bagi Allâh, sungguh Asy-Syaikh yang mulia 'Abdul Muhsin Al-'Abbâd telah menulis kitâb "Penjelas dan Penerang tentang Hukum Meminta Pertolongan kepada Orang-orang Mati dan Orang-orang Ghaib."
Diterjemahkan dari jawaban:
Muhammad Al-Khidhir Al-Andûnîsî.