🎙 Penanya:
Mau bertanya tentang khutbah pertama yang Ustâdz sampaikan tadi, tidak ada shalawâtnya, yang ada hanya wasiat takwa?
🎙 Ustâdz:
Alhamdulillâh pada khutbah pertama, kami telah membaca shalawât, pada khutbatul hâjah terdapat penyebutan:
وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ
Lalu kami tambah dengan:
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ini merupakan shalawât singkat yang sudah mencukupi, ini sudah masuk penamaan shalawât sebagaimana yang disebutkan oleh Nabî ﷺ:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
"Barangsiapa bershalawât kepadaku dengan sekali shalawât maka Allâh bershalawât kepadanya dengan 10 shalawât."
Yakni ketika nama beliau disebut maka hendaklah diikutkan dengan shalawât yang singkat ini:
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Atau dengan lafazh:
عَلَيهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ
Ini merupakan shalawât yang singkat.
Adapun shalawât yang afdhal dan sempurna adalah shalawât Ibrâhîmiyyah yang kami baca pada khutbah kedua tadi.
🎙 Penanya:
Maksud saya, pada khutbah pertama hendaklah membaca shalawât yang biasa para khatîb membacanya sebelum wasiat takwa, karena rukûn khutbah yang kedua setelah mengucapkan Alhamdulillâh adalah bershalawât setelah itu wasiat takwa. Ini menurut suatu mazhhab.
🎙 Ustâdz:
Kalau menjadikan shalawât sebagai rukun khutbah Jum'at yang pertama maka ini memerlukan dalîl yang jelas menyebutkan bahwa Nabî ﷺ setiap khutbah Jum'at yang pertama selalu membaca shalawât, lebih-lebih kalau menjadikannya harus shalawât terlebih dahulu kemudian wasiat takwa. Sementara pada khutbatul hâjah yang biasa dibaca oleh Nabî ﷺ pada setiap khutbah Jum'at itu tidak ada penyebutan shalawât, sebagaimana yang telah kami baca pada khutbah pertama tadi, yang merupakan riwayat Ahmad, Ashhâbussunan dan Al-Hâkim dari 'Abdullâh bin Mas'ûd Radhiyallâhu 'Anhu.
Nabî ﷺ memulai dari:
إِنَّ الْحَمدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ
Sampai pada perkataannya:
وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
Itu tidak ada lafazh shalawât, dan kami Alhamdulillâh ketika sampai pada perkataannya:
وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ
Maka kami langsung bershalawat:
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Pada khutbahul hâjah yang biasa Nabî ﷺ baca ketika khutbah Jum'at terurut dengan memulai mengucapkan Alhamdulillâh lalu syahadat bukan shalawât, sebagaimana yang dikatakan oleh 'Abdullâh bin Mas'ûd Radhiyallâhu 'Anhu:
عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ التَّشَهُّدَ فِي الْحَاجَةِ
"Rasûlullâh ﷺ mengajari kami untuk mengucapkan syahadat pada khutbatul hâjah."
Setelah itu 'Abdullâh bin Mas'ûd Radhiyallâhu 'Anhu katakan:
وَيَقْرَأُ ثَلَاثَ آيَاتٍ
"Lalu membaca 3 ayat".
Yaitu ayat yang berisikan wasiat takwa seperti yang telah kami baca pada pembukaan khutbah pertama tadi.
Kalaupun seandainya seseorang bisa mendatangkan dalîl yang jelas menunjukkan bahwa Nabî ﷺ setiap khutbah Jum'at selalu membaca shalawât maka hendaklah dia menyebutkan lafazh shalawâtnya, jika hanya bisa menyebutkan membaca shalawât saja atau hanya menyebutkan ada perintah untuk bershalawât maka itu umum, dengan demikian ada kebebasan untuk membaca shalawât, baik itu shalawât yang lafazhnya:
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Atau lafazhnya:
عَلَيهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ
Atau membaca shalawât Ibrâhîmiyyah yang tadi kami baca pada khutbah kedua.
Oleh karena itu, suatu kekeliruan bila khutbah yang kami sampaikan dianggap tidak ada shalawâtnya, bahkan shalawât yang kami ucapkan itu banyak, karena setiap kali kami menyebut nama Nabî ﷺ maka kami langsung mengucapkan shalawât kepada Nabî ﷺ.
Disadur dari tanya jawab bersama:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada hari Jum'at tanggal 22 Jumâdal Úlâ 1441 / 17 Januari 2020.
⛵️ http://t.me/majaalisalkhidhir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar