Pertanyaan:
Ustâdz izin bertanya, apakah dibenarkan membuka masjid hanya untuk menerima orang zakat namun tidak menerima orang shalat?
Jawaban:
Alhamdulillâh 'alâ kulli hâl, ini salah satu yang kita khawatirkan dari sebelumnya, kita hanya bisa mendoakan mudah-mudahan umat lekas sadar, semoga Allâh memberikan hidayah kepada kita dan kepada umat.
Sungguh kita telah nasehatkan dari sebelumnya bahwa virus corona ini tidak sama dengan wabah thâ'ûn, virus corona ini tidak akan jelas sampai kapan berakhirnya? Dan virus corona akan hinggap hanya kepada inangnya, karena betapa banyak orang mujrim, orang zhâlim, para pengamen, dan orang-orang terlantar di jalan-jalan namun mereka tidak apa-apa, mereka tidak terkena virus corona, lalu bagaimana dengan Anda? Mudah-mudahan Anda termasuk orang yang lebih baik dari mereka.
Banyak orang merasa aman ketika berada di tengah-tengah kemacetan jalan, antara satu sepeda motor dengan yang lainnya, antara seseorang dengan yang lainnya benar-benar ikhtilâth, lebih-lebih di pasar, hampir semua merasa aman, bagaimana dengan masjid?
وَرَبِّ هَذَا الْمَسْجِدِ إِنِّي لَنَاصِحٌ لَكُمْ
"Demi Rabb masjid, sesungguhnya aku benar-benar pemberi nasehat kepada kalian."
Kalimat ini bukan ucapan kami tapi ini adalah ucapan Jarîr bin 'Abdillâh Radhiyallâhu 'Anhu yang diriwayatkan oleh Al-Bukhârî (no. 58), kami hanya ingin mengingatkan tentang masjid.
Jika mereka yang merasa berkuasa terhadap masjid, merasa sebagai pemilik masjid atau merasa sebagai pengurusnya melakukan penutupan terhadap masjid dengan tanpa mau tahu keadaan dan tanpa mau melihat zona, bahwasanya itu karena ketaatan kepada pemerintah, bukankah pemerintah juga memerintahkan untuk tutup tempat kerja? Kerja di rumah, pemerintah juga memerintahkan untuk beraktivitas di rumah? Kenyataan banyak yang tetap kerja di luar rumah atau tetap ke kantor karena takut di PHK, sementara yang tetap ke masjid diributkan, bahkan sampai diancam, dilaporkan ke pemerintah, dikambinghitamkan, diejek-ejek, divonis berdosa dan dianggap Jabariyyah.
Apa yang disebutkan pada pertanyaan mungkin suatu kenyataan, kami biasa keluar rumah dan pada awal 10 hari terakhir Ramadhân ini kami keluar untuk shalat ashar berjamâ'ah di masjid, setelah itu kami antar paketan dan mencari kebutuhan di suatu tempat, ternyata dalam perjalanan macet, sepeda motor sangat padat, ketika akan kembali hampir masuk maghrib, kami mencoba melihat-lihat ke masjid barangkali ada yang buka, Alhamdulillâh kami melihat ada satu masjid buka yang sebelumnya tidak buka, sudah dua bulan lebih tidak buka, terdengar suara adzan dari masjid tersebut, ketika kami masuk dan sampai di teras masjid ternyata muadzdzin menambahkan pada akhir adzannya: "Shallû fî Buyûtikum".
Dengan sebab itu kami merasa berat untuk masuk ke dalam masjid, apalagi setelah itu muadzdzinnya langsung pergi, membuat kami ingin bergegas kembali ke rumah, namun tidak mungkin bisa dapatkan waktu maghrib hingga kami shalat di teras masjid tersebut, Subhânallâh terasa asing.
Ketika kita berbicara tentang virus corona bahwa wabah ini akan berkepanjangan, kita ditanya: Lalu sampai kapan umat Islâm akan leluasa beribadah di masjid? Kita jawab: "Mungkin sampai pemerintah dunia menyiapkan vaksinnya, sehingga orang yang ke masjid divaksin terlebih dahulu. Mungkin seperti itu."
Semoga Allâh melindungi kita dan anak-anak kaum Muslimîn dari makar para pembuat makar:
وَمَكَرُوا۟ وَمَكَرَ ٱللَّهُۖ وَٱللَّهُ خَیۡرُ ٱلۡمَـٰكِرِینَ
"Mereka membuat makar dan Allâh telah mempersiapkan balasan makar, Allâh adalah sebaik-baik dalam membalas makar." [Surat Ãli 'Imrân: 54].
Mereka tidak akan menyadari tentang balasan makar atas mereka, berkata Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ:
وَمَكَرُوا۟ مَكۡرࣰا وَمَكَرۡنَا مَكۡرࣰا وَهُمۡ لَا یَشۡعُرُونَ
"Mereka membuat makar, dan Kami telah menyiapkan balasan makar dalam keadaan mereka tidak menyadari." [Surat An-Naml: 50].
Adapun tentang hukum membuka masjid hanya untuk orang yang datang membawa zakat maka ini tidaklah dibenarkan, kalau memang menginginkan masjid hanya buka untuk penerimaan zakat bukankah mereka telah meyakini bahwa shalat berjamâ'ah saja bisa di rumah karena ketaatan kepada pemerintah, kenapa tidak diterapkan pula pada penerimaan zakat di rumah.
Pada perkara yang sekarang kita hadapi, terkadang pemerintah banyak memberi kelonggaran pada anjuran, hanya saja sebagian orang bermain di balik anjuran pemerintah, pemerintah menganjurkan untuk shalat di rumah, langsung diterapkan tutup masjid, pemerintah menganjurkan sebaiknya masjid ditutup, yang tetap buka masjid dilaporkan ke pemerintah, seakan-akan pemerintah dijadikan alat.
Kita biasa ke masjid shalat berjamâ'ah ketika kita merutinkan datang ke suatu masjid, tiba-tiba sebagian orang yang menganggap berdosa tetap ke masjid mempermasalahkan, hingga ada yang laporkan ke pemerintah setempat bahwa kita tidak hanya adakan shalat berjamâ'ah di masjid tapi juga adakan kajian, kedustaanpun diikutkan.
Alhamdulillâh 'alâ kulli hâl, kalau kita dicegah dari Jum'atan dan berjamâ'ah di masjid dengan menjadikan pemerintah sebagai alat pencegah, maka ini sudah menjadi udzur bagi kita di sisi Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ, berkata Asy-Syâfi'î Rahmatullâh 'Alainâ wa 'Alaih:
إِنْ كَانَ خَائِفًا إِذَا خَرَجَ إِلَى الْجُمُعَةِ أَنْ يَحْبِسَهُ السُّلْطَانُ بِغَيرِ حَقٍّ كَانَ لَهُ التَّخَلُّفُ عَنِ الْجُمُعَةِ
"Apabila seseorang takut jika keluar untuk Jum'atan maka penguasa akan menahannya dengan tanpa kebenaran maka boleh baginya untuk tidak ikut Jum'atan."
Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada hari Senin tanggal 25 Ramadhân 1441 / 18 Mei 2020 di Mutiara Gading Timur Bekasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar