Senin, 14 November 2022

MUSLIM TAAT MENJAGA SHALAT

Pertanyaan:
Ustâdz, ada non Muslim menyatakan sudah masuk Islâm (sudah jadi muallaf) namun masih belum mau shalat. Apakah dia sudah sah jadi Muslim?.

Jawaban:
Dia belum sah menjadi Muslim, sampai dia melaksanakan shalat lima waktu dan menjaganya, berkata Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ:

فَإِن تَابُوا۟ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ فَإِخۡوَ ٰ⁠نُكُمۡ فِی ٱلدِّینِ

"Jika mereka telah bertaubat, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat maka mereka adalah saudara kalian seagama." [Surat At-Taubah: 11].

Berkata Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

"Pembeda antara seseorang dan antara kesyirikan serta kekufuran adalah meninggalkan shalat." Riwayat Muslim.

Dijawab oleh:
Muhammad Al-Khidhir pada hari Selasa 20 Rabî'uts Tsânî 1444 di Klapanunggal Bogor. 





Selasa, 06 September 2022

BAHAYA MURJI'AH TERHADAP UMAT



Pertanyaan:
Ustâdz, kenapa para Salaf sangatkan takutkan umat dari bahaya murji'ah?.

Jawaban:
Karena murji'ah banyak menyamarkan perkara kepada umat, mereka menyamakan kebatilan dengan kebenaran. Murji'ah menganggap orang yang mengucapkan kalimat Tauhîd sudah teranggap beriman walaupun tidak mau beribadah, bahkan yang masih terus melakukan kesyirikan dan kekufuranpun tetap mereka anggap sebagai orang beriman. Pemikiran ini sejak awal kemunculannya sudah dibantah oleh para 'ulamâ Islâm, di antara yang membantah adalah Al-Imâm Sufyân Ats-Tsaurî Rahimahullâh, beliau berkata:

وترْكُ الفرائض متعمِّدًا مِن غير جهل ولا عُذْر كفر

"Meninggalkan berbagai kewajiban dalam keadaan bersengaja bukan karena tidak tahu dan bukan karena udzur maka itu kekafiran."
Berkata Asy-Syaikh 'Abdul Qâdir Al-Jailânî Rahimahullâh:

تَرْك العبادات المفروضات زَنْدَقة

"Meninggalkan berbagai ibadah yang diwajibkan adalah ateisme (kekufuran)."
Murji'ah menganggap orang-orang yang meninggalkan shalat sama dengan orang-orang beriman, mereka anggap sama dengan para Shahabat Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam atau bahkan menggambarkan seolah-olah ada Shahabat yang tidak mau shalat. 
Murji'ah menganggap bahwa orang walaupun melakukan kesyirikan dan kekufuran kalau masih shalat maka mereka samakan dengan Ahlut Tauhîd, bahkan mereka menggambarkan seolah-olah orang seperti itu keadaannya lebih baik daripada Al-Hajjâj bin Yûsuf Ats-Tsaqafî.
Murji'ah akan menganggap takfîrî atas orang yang menyelisihi mereka meskipun orang itu penolong dan pembela syari'at dan mereka akan menganggap mujtahid bagi orang yang bersama mereka meskipun orang itu penentang syari'at. 

Sebagian umat yang suka mencari-cari rukhshah (keringanan) tentu akan menerima pemikiran murji'ah, karena akan banyak memberi keringanan pada berbagai perkara agama. Jangankan pada perkara furû', pada perkara ushûl saja mereka dengan terang-terangan malakukan penyelisihan. Oleh karena itu berkata 'ulamâ:

المرجئة يخالفون أهل السنة والجماعة في أصل من أصول العقيدة

"Murji'ah melalukan penyelisihan terhadap Ahlussunnah wal Jamâ'ah pada suatu landasan dari landasan-landasan 'aqîdah."

Dijawab oleh:
Muhammad Al-Khidhir pada hari Selasa tanggal 9 Shafar 1444 / 6 September 2022 di Pondok Pesantren Majaalis Al-Khidhir Bogor.

Rabu, 31 Agustus 2022

INDAHNYA BERPEGANG KEPADA SUNNAH



Setiap yang berdakwah sesuai ajaran Nabî Muhammad Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam pasti akan dimusuhi, berkata Waraqah kepada Nabî Muhammad 'Alaihimash Shalâtu was Salâm:

لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ بِهِ إِلاَّ عُودِيَ، وَإِنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا

"Tidaklah datang seorangpun dengan semisal apa yang engkau bawa dengannya kecuali dimusuhi, jika waktu engkau dimusuhi itu masih mendapatiku maka aku akan menolongmu dengan sekuat-kuat pertolongan." Riwayat Al-Bukhârî dari 'Urwah Ibnuz Zubair dari 'Âisyah Radhiyallâhu 'Anhâ.

Tabah, tenang dan tersenyumlah jika kamu dimusuhi karena berdakwah sesuai sunnah Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam, berkata Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:

إنَّ مِن ورائِكم أيامَ الصَّبرِ ، لِلمُتَمَسِّكِ فيهنَّ يومئذٍ بما أنتم عليه أجرُ خمسين منكم

“Sesungguhnya di zaman setelah kalian ada hari-hari kesabaran, orang yang berpegang teguh terhadap sunnah yang kalian berada padanya pada hari-hari itu akan mendapatkan pahala semisal amalan 50 orang di antara kalian (para sahabat Nabî).” Riwayat Abû Dâwud. 

Taubat dan takutlah jika kamu dimusuhi karena berdakwah menyelisihi sunnah Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

"Maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintahnya takut akan mendapat cobaan atau ditimpakan kepada mereka azab yang pedih." (Surat An-Nûr: 63).

Faîdah bincang-bincang dengan Muhammad Al-Khidhir pada hari Kamis tanggal 4 Shafar 1444 / 1 September 2022 di Maktabah Al-Khidhir Bogor.




Kamis, 25 Agustus 2022

HUTANGMU BUKAN HUTANG PEMERINTAH, HUTANG PEMERINTAH BUKAN HUTANGMU




Pertanyaan:
Ustâdz izinkan menyampaikan pertanyaan, apakah benar orang yang mati masih punya hutang, ahli warisnya tidak memiliki beban membayar hutangnya, itu menjadi beban pemerintah yang wajib membayarkannya?.

Jawaban:
Para Shahabat di antara mereka mati syahîd pada perang Uhud, tidaklah kemudian dari mereka menggantungkan hutang kepada Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam, beliau sebagai pemerintah mereka, namun mereka tidak menggantungkan hutang mereka kepada Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam. Tidak kita ketahui manusia yang paling mengerti tentang dalîl daripada mereka para shahabat Radhiyallâhu 'Anhum, namun tatkala mereka memiliki hutang maka mereka berupaya membayarnya atau sebelum mati, mereka berpesan kepada ahli waris untuk membayarkannya, sebagaimana yang diperbuat oleh Abû Jâbir 'Abdullâh. Sebelum syahîd pada perang Uhud, beliau sudah berpesan kepada Jâbir tentang hutangnya sebagaimana telah shahîh riwayatnya dan pada suatu riwayat disebutkan oleh Jâbir bin 'Abdillâh semoga Allâh meridhai keduanya dan juga semoga Allâh meridhai kita:

أَنَّ أَبَاهُ اسْتُشْهِدَ يَوْمَ أُحُدٍ، وَتَرَكَ سِتَّ بَنَاتٍ، وَتَرَكَ عَلَيْهِ دَيْنًا، فَلَمَّا حَضَرَ جِدَادُ النَّخْلِ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ عَلِمْتَ أَنَّ وَالِدِي اسْتُشْهِدَ يَوْمَ أُحُدٍ وَتَرَكَ عَلَيْهِ دَيْنًا كَثِيرًا

"Bahwa ayahnya mati sebagai syahîd pada perang Uhud dan meninggalkan enam anak perempuan dan meninggalkan hutang. Ketika tiba musim panen kurma aku menemui Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam lalu aku katakan: "Wahai Rasûlullâh, sungguh engkau telah mengetahui bahwa ayahku telah mati syahîd pada perang Uhud dan beliau meninggalkan hutang yang banyak."

Andaikan membayar hutang setiap orang yang mati itu menjadi kewajiban pemerintah maka tentu Rasûlullâh 'Alaihish Shalâtu was Salâm akan katakan kepada Jâbir tentang hutang ayahnya:

عَلَيَّ دَيْنُهُ

"Kewâjibanku membayar hutangnya." Namun beliau tidak mengakatan seperti ini. 
Adapun perkataan beliau:

فَمَن تَرَكَ دَينًا فَعَليَّ قَضَاؤُهُ

"Barangsiapa meninggalkan hutang maka wâjib bagiku membayarkannya."
Maka ini beliau katakan setelah banyak terjadi penaklukkan, yakni di saat ghanîmah melimpah. Jadi ucapan beliau itu tidak berlaku secara umum bahwa setiap yang memiliki hutang maka beliau sebagai pemerintah ketika itu berkewajiban membayarkannya, dan perbuatan beliau telah menunjukkan yaitu beliau tidak ingin menshalatkan jenazah orang yang memiliki hutang, hingga seseorang menjamin membayarkan dengan mengatakan:

وَعَلَيَّ دَيْنُهُ

"Hutangnya menjadi kewajibanku."
Ini di antara dalîl yang menunjukkan bahwa hutang setiap orang yang mati itu bukan kewajiban pemerintah untuk membayarkannya, sebagaimana bukan kewajiban atas setiap orang untuk membayarkan hutang pemerintah.

Dijawab oleh:
Muhammad Al-Khidhir pada hari Jum'at 28 Muharram 1444 / 26 Agustus 2022 di Cipancur Klapanunggal Bogor.

Selasa, 23 Agustus 2022

PERANG HINDIA AKAN TERJADI DI INDONESIA



Pertanyaan:
Ustâdz, kenapa Hindia (Indonesia dan sekitarnya) di akhir zamân akan diperangi oleh kelompok terbaik yang Allâh melindungi mereka dari Neraka?. 

Jawaban:
Kelompok terbaik yang akan memerangi Hindia memiliki misi yang sama dengan kelompok 'Îsâ bin Maryam 'Alaihimash Shalâtu was Salâm, kelompok beliau memerangi berbagai negeri sesuai dengan misi beliau yaitu menjadikan agama hanya untuk Allâh. Dengan sebab itu, Allâh jadikan kelompoknya menjadi kelompok terbaik, Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ berkata kepada beliau:

وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

"Allâh akan menjadikan orang-orang yang mengikutimu di atas orang-orang yang kâfir hingga hari Kiamat."  [Ãli ‘Imrân: 55].

Setelah beliau turun ke muka bumi, beliau melakukan pengingkaran dengan kekuatannya terhadap berbagai kezhaliman, beliau menghancurkan berhala-berhala, seperti salib-salib beliau patahkan dan beliau melenyapkan berbagai kemungkaran, berkata Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:

وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ، لَيُوْشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيْكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ عَليهِ السَّلام حَكَمًا عَدْلاً، فَيَكْسِرَ الصَّلِيْبَ، وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيْرَ، وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ، وَيَفِيْضَ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ

“Demi Allâh yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh benar-benar telah dekat saatnya akan turun kepada kalian Ibnu Maryam 'Alaihish Shalâtu wa Salâm sebagai hâkim yang adil, beliau akan mematahkan salib, membunuh babi, menghapus pajak dan akan melimpah ruah harta, hingga tidak ada seorang pun yang mau menerimanya.” Riwayat Al-Bukhârî. 

Beliau bersama kelompoknya memerangi negeri-negeri karena kesyirikan dan kekafiran telah berkuasa di negeri-negeri itu. Demikian pula pasukan yang akan memerangi Hindia, karena Hindia akan dikuasai oleh kesyirikan dan kekafiran, berbagai berhala menghiasi Hindia maka kelompok itu akan memerangi Hindia dengan misi sama seperti kelompok 'Îsâ bin Maryam 'Alaihish Shalâtu was Salâm yaitu menjadikan agama hanya untuk Allâh, sebagaimana yang Allâh 'azza wa Jalla perintahkan:

وَقَـٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةࣱ وَیَكُونَ ٱلدِّینُ كُلُّهُۥ لِلَّهِ

"Perangilah oleh kalian mereka itu hingga tidak ada lagi kesyirikan dan supaya agama benar-benar hanya untuk Allâh." [Surat Al-Anfâl: 39].
Kelompok ini tidak akan membiarkan berhala-berhala, kuburan yang diagungkan dan bahkan gambar makhluk bernyawa kecuali mereka menghancurkannya, sebagaimana yang pernah diamalkan oleh kelompok 'Alî bin Abî Thâlib dalam berbagai peperangan, berkata Abul Hayyâj Al-Asadî:

قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ أَلاَّ أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لاَ تَدَعَ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرِفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ

"Berkata kepadaku 'Alî bin Abî Thâlib: Aku akan mengutusmu pada suatu peperangan sebagaimana Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam mengutusku padanya: "Janganlah kamu biarkan patung-patung kecuali kamu menghancurkannya dan jangan pula kamu biarkan kuburan yang ditinggikan kecuali kamu meratakannya." Riwayat Muslim. 
Dan masih pada riwayat Muslim dengan lafazh:

وَلاَ صُورَةً إِلاَّ طَمَسْتَهَا

"Tidak pula suatu gambar makhluk bernyawa kecuali kamu menghapusnya."

Ini telah dicontohkan langsung oleh Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam saat penaklukkan kota Makkah, beliau memerintahkan untuk dikeluarkan patung-patung dan gambar-gambar makhluk bernyawa dari Ka'bah lalu dihancurkan, berkata 'Abdullâh bin 'Abbâs Radhiyallâhu 'Anhumâ:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ مَكَّةَ أَبَى أَنْ يَدْخُلَ الْبَيْتَ وَفِيهِ الآلِهَةُ، فَأَمَرَ بِهَا فَأُخْرِجَتْ، فَأُخْرِجَ صُورَةُ إِبْرَاهِيمَ، وَإِسْمَاعِيلَ فِي أَيْدِيهِمَا مِنَ الأَزْلاَمِ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَاتَلَهُمُ اللَّهُ لَقَدْ عَلِمُوا مَا اسْتَقْسَمَا بِهَا قَطُّ. ثُمَّ دَخَلَ الْبَيْتَ

"Bahwa Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam tatkala memasuki Makkah, beliau enggan untuk masuk ke Ka'bah dalam keadan di dalamnya ada sesembahan-sesembahan berhala, beliau memerintahkan untuk mengeluarkannya maka dikeluarkanlah lalu dikeluarkan pula gambar Ibrâhîm dan Ismâ'îl pada tangan keduanya sedang mengundi nasib dengan anak panah. Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam berkata: "Semoga Allâh membinasakan mereka orang-orang musyrik, sungguh mereka benar-benar telah mengetahui bahwa keduanya sama sekali tidaklah mengundi nasib dengan anak panah." Kemudian beliau masuk ke Ka'bah. Riwayat Al-Bukhârî. 

Dijawab oleh:
Muhammad Al-Khidhir pada hari Rabu 26 Muharram 1444 / 24 Agustus 2022 di Cipancur Klapanunggal Bogor.

Kamis, 21 Juli 2022

BID'AH BIASA BERMASALAH



Pertanyaan:
Ustâdz, apakah benar atas orang-orang yang bolehkan bid'ah-bid'ah dengan berdalîl di zaman Nabî tidak ada Mushallâ perempuan dan jum'atan juga tidak ada kecuali hanya di masjid Nabî?.

Jawaban:
Itu di antara dari berbagai syubhât yang membuka pintu berbagai kebid'ahan dan menyenangkan setiap mubtadi'. Di zaman Nabî 'Alaihish Shalâtu was Salâm para wanita muslimah datang di masjid Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam, mereka membuat shaff bersama para wanita lainnya secara khusus dan mereka shalat di belakang jamâ'ah laki-laki yang disebutkan oleh 'Âisyah Radhiyallâhu 'Anhâ:

لاَ يَعْرِفُهُنَّ أَحَدٌ مِنَ الْغَلَسِ

"Tidak seorangpun yang mengenal mereka karena bercampurnya antara gelap malam dan terang fajar."
Tatkala dibuatkan Mushallâ khusus bagi wanita di bagian belakang masjid atau di sekitaran masjid supaya lebih aman dari fitnah maka ini boleh, karena memang pada zaman Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam sudah disebut-sebut tempat khusus bagi wanita terpisah dengan jamâ'ah laki-laki di saat shalat. Bahkan Mushallâ yakni tempat terbuka seperti lapangan itu ada juga khusus bagi para wanita untuk shalat dan mendengarkan mau'idzah, berkata Ibnu 'Abbâs Radhiyallâhu 'Anhumâ:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ وَمَعَهُ بِلاَلٌ، فَظَنَّ أَنَّهُ لَمْ يُسْمِعِ النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ

"Bahwasanya Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam keluar bersamanya Bilâl, beliau ketahui bahwasanya mau'idzahnya tidak terdengar ke para wanita kemudian beliau memberi mau'idzah kepada mereka."

Orang 'aqlânî mengingkari adanya penutup atau pemisah di dalam masjid, mau mereka dibuat masjid terbuka bagi para pria dan wanita satu ruang masjid. Ini jelas membuka pintu fitnah dan memberi peluang untuk berikhtilath antara para pria dan wanita. 
Banyak para nasionalis yang awalnya mengingkari hijab berupa penutup atau pemisah antara jamâ'ah shalat laki-laki dan perempuan, kemudian mereka mengingkari hijab berupa cadar dan bahkan sampai jilbabpun mereka ingkari, Wallâhul Musta'ân. 

Adapun syubhat yang menyebutkan bahwa dahulu di zaman Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam tidak ada Jum'atan kecuali di masjid Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam maka memang demikian adanya, karena orang-orang beriman ketika itu mencukupkan Jum'atan di masjid Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam supaya mereka selalu mendengarkan khutbah terbaik Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam. Bukan berarti ada pembatasan Jum'atan itu khusus di masjid Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam dan tidak ada pula pelarangan mengadakan Jum'atan, sampai minimal Jamâ'ah Jum'atanpun tidak disebutkan berapa minimalnya, karena memang bebas untuk melaksanakan Jum'atan di masjid mana saja yang telah ditegakkan shalat lima waktu padanya. Betapa bagus apa yang dikatakan oleh Al-Bukhârî di dalam "Shahîh"nya:

باب الْجُمُعَةِ فِي الْقُرَى وَالْمُدْنِ

"Bâb Jum'atan di perkampungan dan perkotaan."
Setelah itu Al-Bukhârî menyebutkan hadîts tentangnya. Bâb yang beliau buat tersebut menunjukkan pembolehan beliau, karena fiqih beliau diketahui dari Bâb yang beliau buat.
Oleh karena itu, tatkala orang menjadikan perkara yang jelas dalîlnya itu untuk keluasan dalam perkara bid'ah maka dia telah salah dalam menempatkan sesuatu pada tempatnya. 

Dijawab oleh:
Muhammad Al-Khidhir pada hari Kamis tanggal 21 Dzulhijjah 1443 / 21 Juli 2022 di Pondok Pesantren Majaalis Al-Khidhir Cipancur Klapanunggal Bogor.

Selasa, 03 Mei 2022

TIDAK MENGGANTI KATA GANTI


Pertanyaan:
'Afwân Ustâdz, apakah jika kita mengucapkan kepada akhwat sama seperti ikhwân pada dhamîr dari ucapan:

تقبل الله منا ومنكم

"Semoga Allâh menerima amal kebaikan dari kami dan dari kalian."

Jawaban:
Pada lafazh doa tersebut, tatkala diucapkan kepada wanita boleh merubah dhamîrnya menjadi dhamîr muannats mukhâthab, namun lebih baik tidak merubah dhamîrnya, sebagaimana pada ucapan salâm:

السلام عليكم

"Semoga salâm sejahtera untuk kalian."

Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam terkadang mengajak bicara isterinya dengan menggunakan dhamîr jama' mudzakkar mukhâthab, beliau pernah bertanya kepada seorang isterinya 'Alaihimash Shalâtu was Salâm:

هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ

"Apakah ada suatu makanan di sisi kalian?".

Dijawab oleh:
Muhammad Al-Khidhir pada hari Selasa 2 Syawwâl 1443 / 3 Mei 2022 di Binagriya Pekalongan.

⛵️ https://t.me/majaalisalkhidhir/6410
⛵️ https://alkhidhir.com/tanya-jawab/membiarkan-kata-ganti/