Itulah ungkapan yang bisa kami katakan, ketika keluarga dihubungi oleh seorang komandan tentara sekaligus dokter muslim yang bertugas dalam menangani pasien-pasien yang terkena virus Corona, menyampaikan pesan bila ingin membantu dengan menginfakkan kurma kepada mereka yang berada di dalam satuan tugas kesehatan, kita pun senang jika mampu membantu dan kita berharap semoga kaum Muslimîn bisa membantu, ternyata hujatan mulai datang: "Memangnya mereka itu muslim, apakah mereka shalat?."
Sebagai muslim yang baik tentu kita benar-benar akan menjunjung tinggi perkataan Nabî kita Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:
اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقَّةِ تَمْرَةٍ، فَمَنْ لَمْ يَجِدْ شِقَّةَ تَمْرَةٍ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
"Jagalah diri kalian dari Neraka walau dengan bersedekah separuh butir kurma, barangsiapa tidak mendapatkan separuh butir kurma maka bersedekah dengan ungkapan yang baik." Riwayat Al-Bukhârî (no. 3595).
Seorang muslim akan benar-benar malu jika separuh dari sebutir kurma saja tidak bisa dia infakkan namun ungkapan atau sangkaan tidak baik dia bisa katakan.
Kita hidup di negeri yang terlihat penduduknya mayoritas muslim hendaklah menghukumi sesuai zhahirnya, demikian pula dalam bermuamalah, orang yang nampak sebagai muslim dengan penuh adab dan sopan santun mengetuk hati supaya bisa membantunya maka kita sebagai saudaranya hendaklah siap untuk membantunya jika kita mampu, bukan malah mengintrogasinya: "Apakah dia muslim atau salafî atau dia jaga shalat tidak?."
Seorang muslim terkhusus salafî pasti akan banyak mengambil pelajaran dari para Salaf, di antara mereka adalah 'Âisyah Radhiyallâhu 'Anhâ:
دَخَلَتِ امْرَأَةٌ مَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا تَسْأَلُ، فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِي شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا، فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا، ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ
"Menemuiku seorang ibu bersamanya dua orang anak perempuan miliknya, dia meminta sesuatu, dan dia tidak mendapati sesuatu apapun di sisiku kecuali sebutir kurma, lalu aku memberikan sebutir kurma itu kepadanya, dia pun membelahnya menjadi dua untuk kedua anak perempuannya dan dia tidak mendapat bagian darinya." Riwayat Al-Bukhârî (no. 1418).
'Âisyah Radhiyallâhu 'Anhâ tidak bertanya tentang agamanya dan juga tidak bertanya kepadanya: "Ibu shalat tidak?."
Mungkin saja di Madînah ketika itu masih ada orang-orang Yahûdî dan juga ada orang-orang munâfiq akan tetapi 'Âisyah Radhiyallâhu 'Anhâ menghukumi secara zhahirnya.
Kami pribadi lebih-lebih dalam keadaan seperti sekarang ini, kalau kami mendapati tetangga kami yang non Muslim dan yang tidak pada shalat terkena wabah ini maka kami sebagai tetangganya akan pertama-tama menolong, karena mereka memiliki hak tetangga bagi kami.
Disampaikan oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada hari Kamis tanggal 1 Sya'bân 1441 / 26 Maret 2020 di Mutiara Gading Timur Bekasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar