Pertanyaan:
'Afwân, Ustâdz izin bertanya, terkait dengan kondisi saat ini, dimana beberapa daerah mulai menerapkan konsep new normal terkait wabah covid, lalu apakah konsep ini menggugurkan udzur kita untuk shalat di rumah? Apakah kita sudah harus shalat di masjid dengan mengikuti protokol kesehatan masjid, shaf renggang, pakai masker, cuci tangan, disemprot disinfektan dan bawa sajjâdah sendiri? Mohon jawabannya. Jazakumullâhu khairan.
Jawaban:
Dari sejak awal munculnya fitnah virus corona kami sudah berpendapat tidak ada udzur bagi orang yang sehat untuk meninggalkan shalat berjamâ'ah selama masih ada jamâ'ah kaum Muslimîn yang shalat berjamâ'ah di masjid sekitar lingkungannya.
Adapun konsep New Normal maka kita khawatirkan itu mengarah kepada konsep New World Order, karena berbagai negeri serentak menerapkan protokol dari badan kesehatan dunia, terkhusus masjid sebagai tempat ibadah kaum Muslimîn dibuatkan peraturan yang terlalu ketat, diwâjibkan memakai masker dan membawa sajjâdah sendiri. Seharusnya seseorang berpikir: Kenapa karpet masjid digulung? Lalu setiap muslim diharuskan membawa sajjâdah sendiri?! Kalau mereka beranggapan bahwa virus dapat menempel di karpet lalu apakah di sajjâdah tidak? Tidakkah dikhawatirkan pada seseorang yang pergi ke masjid membawa sajjâdah dalam keadaan tanpa virus lalu kembali membawa sajjâdah yang tercemari virus? Ini bagi yang mau berpikir.
Sekarang ini banyak orang bingung karena was-was dan keraguan-raguan akibat fitnah virus corona, sampai ada dari sebagian orang ketika paketan kurma sampai kepada mereka maka mereka mencuci kurmanya, bahkan sampai ada yang mencucinya dengan air panas, Subhânallâh. Tujuan mereka membeli kurma supaya dapat hidup sehat dan memperkuat imun tubuh, namun akibat was-was dan kebimbangan, merekapun hilangkan manfaat kurma, karena takut terhadap virus dan kuman sampai kurma dicuci bersih, bukannya virus dan kuman yang hilang namun vitamin dan berbagai manfaat pada kurma itu hilang, sehingga merekapun memakan kurma yang seakan-akan sudah menjadi sampah.
Demikian pula penyalahgunaan desinfektan, kami sangat terheran-heran, suatu ketika kami keluar, setelah kembali tiba-tiba hujan deras, ketika masuk ke suatu perumahan maka kendaraan masih saja disemprot dengan desinfektan, demikian pula tangan masih saja disemprot dengan handsanitizer, padahal hujan deras. Sementara perumahan di dekat perumahan tersebut tidak seperti itu peraturannya, pintu perumahannya terbuka lebar dan masjid terbuka untuk semua kalangan, Alhamdulillâh tidak apa-apa, orang tua dan anak-anak serta para pemuda, semua mereka rutin shalat berjamâ'ah, dari awal isu dimunculkannya virus corona semua tidak apa-apa, Alhamdulillâh sehat-sehat.
Dengan keadaan seperti itu, bila kemudian ada yang masih merasa memiliki udzur untuk meninggalkan berjamâ'ah bersama kaum Muslimîn di masjid sekitar lingkungan rumahnya maka kita khawatirkan dia terbawa kepada kesengajaan dalam penyelisihan kepada Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ, berkata Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ:
وَلَیۡسَ عَلَیۡكُمۡ جُنَاحࣱ فِیمَاۤ أَخۡطَأۡتُم بِهِۦ وَلَـٰكِن مَّا تَعَمَّدَتۡ قُلُوبُكُمۡ
"Tidak ada dosa atas kalian terhadap apa yang kalian keliru padanya, akan tetapi yang ada dosanya adalah apa yang disengaja oleh hati kalian." [Surat Al-Ahzâb: 5].
Pada perkara dosa kecil saja kalau seseorang bersengaja padanya dan terus menerus padanya ini sudah sangat mengkhawatirkan dan dapat membahayakannya, apalagi ini meninggalkan kewajiban berjamâ'ah dalam waktu yang panjang sementara jamâ'ah kaum Muslimîn masih dapat melakukan shalat berjamâ'ah di masjid sekitar rumahnya, berkata Bilâl bin Sa'd Rahimahullâh:
لَا تَنْظُرْ إِلىَ صِغَرِ الْخَطِيْئَةِ وَلَكِنِ انْظُرْ إِلىَ مَنْ عَصَيْتَ
"Janganlah kamu melihat kepada kecilnya suatu dosa, namun lihatlah kepada Siapa kamu durhakai."
Adapun kalau di suatu masjid dibuat peraturan yang ketat seperti yang disebutkan pada pertanyaan maka hendaklah bagi seseorang melihat ke masjid yang di sekitarnya, kalau memang semua masjid di sekitarnya dibuat dengan peraturan seperti itu maka tidak mengapa dia shalat di masjid tersebut namun hendaklah dia dalam keadaan tidak ridhâ dengan peraturan itu, sehingga dosanya dibebankan kepada mereka yang membuat peraturan itu, kita hanya bisa mengingkari, jika kita tidak bisa mengingkari maka kita tidak ridhâ dengan peraturan itu dan kita berlepas diri dari peraturan itu, berkata Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:
فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ
"Barangsiapa mengetahui kemungkaran pemerintah maka dia berlepas diri, dan barangsiapa mengingkari kemungkaran itu maka dia selamat, akan tetapi berdosa yang ridhâ dan yang ikut membuat kemungkaran itu." Riwayat Muslim.
Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh pada malam Selasa tanggal 11 Syawwâl 1441 / 2 Juni 2020 di Maktabah Al-Khidhir Bekasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar