Pertanyaan:
Ustâdz, betulkah orang yang keluar dari rumahnya di saat covid-19 menyebar di dalam kotanya sama dengan bermaksiat karena tidak taat waliul amri?
Jawaban:
Tidak secara mutlak bagi orang yang keluar dari rumahnya di saat wabah virus Corona itu menyebar di dalam kotanya berarti dia telah terjatuh ke dalam kemaksiatan, karena yang terkenai larangan pada asalnya adalah orang yang keluar dari negerinya, berkata Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ
"Jika kalian telah mendengarkan wabah ada di suatu negeri maka janganlah kalian pergi ke negeri tersebut, dan jika wabah itu ada di suatu negeri sedangkan kalian berada di dalamnya maka janganlah kalian keluar untuk lari darinya." Riwayat Al-Bukhârî (no. 5729).
Keluarnya seseorang dari rumahnya bisa jadi karena kebutuhan mendesak atau karena ingin melaksanakan shalat berjamâ'ah yang masih ditegakkan di masjid pemukimannya atau karena dia bertugas untuk menangani berbagai kasus yang disebabkan oleh virus Corona atau sebab lainnya yang mengharuskannya untuk keluar dari rumahnya.
Dalam keadaan seperti sekarang ini terkadang mengharuskan sebagian orang untuk siap menghadapi resiko, dahulu di saat wabah Thâ'ûn menyebar di negeri Syâm maka sebagian pasukan kaum Muslimîn masih harus tetap bertahan di suatu tempat, hingga panglima perang Abû 'Ubaidah Ibnul Jarrâh Radhiyallâhu 'Anhu termasuk dari yang terkena wabah Thâ'ûn.
Demikian pula di zaman sekarang, sebagian aparat penguasa masih harus tetap bertugas untuk mengantisipasi munculnya penjarahan, perampokan atau penyerangan dari suatu bangsa, demikian pula para tim medis, mereka harus selalu siap memberikan pelayanan. Dalam menjalankan tugas secara bersama-sama seperti itu, kewajiban shalat berjamâ'ah bagi mereka tetap berlaku. Begitu pula seorang ayah siap untuk menghadapi resiko ketika dia harus keluar karena kebutuhan keluarganya dan tentu dia akan merasa malu kepada Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ karena panggilan kebutuhan dia bisa penuhi sementara panggilan untuk shalat berjamâ'ah di masjid pemukimannya dia tidak bisa penuhi karena hanya sekedar alasan takut virus Corona.
Segolongan yang memaksakan pendapat tentang tidak bolehnya keluar ke masjid untuk melaksanakan shalat berjamâ'ah dan mengomentari orang yang masih tetap keluar rumah untuk shalat berjamâ'ah di masjid hendaklah menimbang kembali, kami pribadi yang masih tetap keluar rumah untuk shalat berjamâ'ah di masjid telah kemukakan bahwa kami tidak memiliki alasan di sisi Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ untuk tidak hadir shalat berjamâ'ah, bagaimana kami tidak akan hadir di masjid untuk shalat berjamâ'ah sementara kami masih keluar ke sana kemari karena suatu kebutuhan? Bagaimana kami tidak akan hadir shalat berjamâ'ah di masjid sementara kami masih sehat dan bukan dalam keadaan darurat? Bagaimana kami tidak hadir shalat berjamâ'ah di masjid sementara kami masih dapati jamâ'ah kaum Muslimîn shalat di masjid? Bagaimana kami tidak akan hadir shalat berjamâ'ah di masjid sementara kami masih mendengarkan adzân?
Sebagai kabar gembira bagi siapa yang bisa melaksanakan kewajiban-kewajibannya dalam keadaan dia mampu untuk tidak keluar dari rumahnya:
فَلَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ فَيَمْكُثُ فِي بَيتِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ يُصِيبُهُ إِلاَّ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ، إِلاَّ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ شَهِيدٍ
"Tidaklah ada dari seseorang ketika sedang terjadi wabah Thâ'ûn lalu dia menetap di rumahnya dalam keadaan bersabar dan mengharap pahala, dan dia yakin bahwa itu tidak akan menimpanya melainkan sesuai dengan apa yang Allâh telah tetapkan baginya maka baginya semisal pahala orang yang mati syahîd." Diriwayatkan oleh Ahmad di dalam "Musnad"nya (no. 26139) dari 'Âisyah Radhiyallâhu 'Anhâ, dari Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam.
Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada malam Selasa tanggal 29 Rajab 1441 / 24 Maret 2020 di Mutiara Gading Timur Bekasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar