Halaman

Minggu, 12 Januari 2020

SURBAN BUKAN SEKEDAR MAHKOTA PANGERAN


Pertanyaan:
Mohon penjelasannya dalam memakai pakaian sunnah seperti memakai jilbâb besar bagi wanita dan memakai pakaian di atas mata kaki bagi pria serta memakai surban, karena pakaian-pakaian seperti itu dinilai oleh orang-orang sebagai pakaian-pakaian ekstrim. 

📩 Jawaban:
Memakai jilbâb bagi wanita adalah termasuk perkara yang diperintahkan oleh Allâh Ta'âlâ, begitu pula bagi para pria memakai pakaian di atas mata kaki seperti memakai sarung atau memakai sarâwîl adalah termasuk dari perkara yang disyari'atkan di dalam Islâm. 
Allâh Ta'âlâ berkata tentang memakai jilbâb bagi para wanita: 

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ

"Wahai Nabî, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita bagi orang-orang yang beriman: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbâb-jilbâb mereka ke seluruh tubuh mereka." (Al-Ahzâb: 59) 
Dan Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam berkata tentang memakai pakaian di atas mata kaki bagi para pria:

مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ

"Apa saja yang di bawah ke dua mata kaki dari sarung maka di dalam neraka." Diriwayatkan oleh Al-Bukhârî dari Abû Hurairah Radhiyallâhu 'Anhu.

Ketahuilah Rahimakumullâh sungguh tidaklah pantas bagi setiap muslim meninggalkan suatu kebaikan dikarenakan takut dari celaan para pencela atau karena khawatir tuduhan para penuduh, namun prinsip setiap muslim hendaknya dia terus bersabar dalam menampakan syi'âr-syi'âr agamanya, karena kalau bukan kita sebagai orang Islâm yang akan menampakan syi'âr-syi'âr agama kita terus siapa lagi?! 
Begitu pula kita sebagai Ahlussunnah yang merupakan terbaiknya manusia di dalam berislâm hendaknya kita membiasakan diri dalam menampakan sunnah-sunnah Nabî Muhammad Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam sehingga manusia tidak lagi menyangka bahwa sunnah-sunnah itu adalah termasuk dari simbol-simbol orang ekstrim atau simbol aliran sesat, sekadar contoh memaka surban, ketika baru hanya beberapa orang dari kalangan Ahlussunnah yang memakainya maka umat manusia menyangka kepada mereka dengan berbagai sangkaan, ini disebabkan karena mereka jarang memakainya. Kalaulah seorang Ahlussunnah senantiasa memakai surban ini maka tentu orang-orang akan menilainya dengan penilaian yang tidak salah lagi, ini sebagaimana yang kami dapati, karena kami Alhamdulillah biasa mengenakan surban sehingga orang-orang pun mengenalnya sebagai kebiasaan Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam, dengan demikian mereka pun tidak menyangka dengan sangkaan lain kepada kami karena sudah mengenal kami, paling mereka hanya menyebut kami dengan sebutan Pangeran Limboro atau mereka memanggil kami dengan panggilan Syaikh Muhammad Al-Khidhir. 

Adapun orang yang tidak senang dengan memakai surban maka dia terkadang berpendapat bahwa memakai surban tidak selayaknya karena itu pakaian ketenaran, padahal tidaklah demikian, bahkan surban adalah pakaian yang biasa dipakai oleh Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam, yang cocok untuk semua kalangan pria yang beragama Islâm, surban bukan hanya sekedar mahkota hiasan yang dikenakan di atas kepala para pangeran dan bukan pula ciri seorang Syaikh atau Ustâdz namun surban adalah hiasan yang dikenakan ketika seorang hamba merendahkan dirinya di hadapan Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ: 

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ 

"Wahai putera-putera Âdam! Kenakalanlah oleh kalian hiasan kalian pada setiap shalat." (Al-A'râf: 31) 
Jika seseorang mengenakan surban dengan niat mengamalkan anjuran pada ayat tersebut maka dia akan mendapatkan pahala, apalagi kalau dia mengenakannya dengan tujuan untuk menyontoh Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam maka tentu dia akan mendapatkan keutamaan karena beliau Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam selalu mengenakan surban, Al-Imâm Muslim meriwayatkan di dalam "Shahîh"nya dari 'Amr Ibnu Huraits, beliau berkata: 

رَأَيْتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَعَلَيْهِ عِمَامَةٌ سَوْدَاءُ

"Aku melihat Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam di atas mimbar dan di atas kepala beliau surban hitam." 
Dan Al-Imâm Abû Dâwud meriwayatkan pula di dalam "Sunan"nya dari Jâbir Radhiyallâhu 'Anhu: 

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَامَ الْفَتْحِ مَكَّةَ وَعَلَيْهِ عِمَامَةٌ سَوْدَاءُ

"Bahwasanya Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam masuk pada tahun penaklukan kota Makkah dan di atas kepala beliau surban hitam." 
Abuth Thayyib Rahimahullâh berkata sebagaimana di dalam "'Aunul Ma'bûd": 

 وَالْحَدِيْثُ يَدُلُّ عَلَى اسْتِحْبَابِ لُبْسِ الْعِمَامَةِ السَّوْدَاءِ

"Hadîts tersebut menunjukan atas disunnahkannya memakai surban hitam."

Dan yang utama adalah memakai jubah dan surban yang berwarna putih, karena Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam berkata: 

الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ

"Kenakanlah oleh kalian dari pakaian-pakaian kalian yang berwarna putih, karena sesungguhnya itu termasuk paling bagusnya pakaian kalian." Diriwayatkan oleh Abû Dâwud dari 'Abdullâh bin 'Abbâs Radhiyallâhu 'Anhumâ. 
Di dalam "Sunan Ibni Mâjah" dari Samurah bin Jundub Radhiyallâhu 'Anhu beliau berkata: Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam berkata: 

الْبَسُوا ثِيَابَ الْبَيَاضِ فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَأَطْيَبُ

"Kenakanlah oleh kalian pakaian-pakaian yang putih karena sesungguhnya itu lebih suci dan lebih bagus." 
Wallâhu A'lam. 

Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh di Limboro, 14 Ramadhân 1437.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar