Halaman

Minggu, 12 Januari 2020

MEMAKAI 'IMÂMAH KEBIASAAN SALAFUL UMMAH


✉ Pertanyaan:
Ustâdz apa hukumnya menggunakan 'imâmah?

📩 Jawaban:
'Imâmah yang dikenal di negeri kita dengan nama surban merupakan hiasan yang dianjurkan di dalam Islâm untuk mengenakannya, ini berdasarkan keumuman perkataan Allâh Ta'âlâ:

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

"Wahai anak keturunan Âdam, kenakanlah perhiasan-perhiasan kalian setiap akan shalat." [Al-A'raf: 31].

Perkataan-Nya: "Zinatakum" ini bukan hanya sekedar perintah kepada kalian supaya memakai pakaian untuk menutupi aurat, namun ini merupakan sesuatu yang hendak kalian pakai sebagai tambahan dalam memperbagus dan memperindah kalian ketika akan shalat, tentu 'imâmah masuk di dalamnya, berkata Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyyah Rahimahullâh:

 ﻭَﺃَﻣَّﺎ ﺍلتَّزَيُّنُ ﻟِﻠﺼَّﻼَﺓِ ﻓَﺄَﻣْﺮٌ ﺯَﺍﺋِﺪٌ ﻋَﻠَﻰ ﺳِﺘْﺮِ ﺍﻟْﻌَﻮْﺭَﺓِ

"Adapun berhias untuk shalat maka ini adalah perkara tambahan atas penutup aurat."

Orang yang shalat ketika mengenakan 'imâmah dengan rapi nampak keberadaannya indah dan bagus, ketika seseorang beribadah kepada Allâh dengan ikhlas dan dalam keadaan bagus seperti itu maka tentu itu termasuk dari perkara yang disenangi oleh Allâh Ta'âlâ, berkata Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ

"Tidak akan masuk Surga siapa yang ada di dalam hatinya semisal partikel debu dari kesombongan."
Maka seseorang berkata: Sungguh seseorang senang kalau keberadaan pakaiannya itu bagus dan sandalnya juga bagus, apakah dia termasuk sombong? Maka beliau menjawab:

 إِِنَّ اللّٰهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطْرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ 

"Sesungguhnya Allâh adalah Jamîl (Maha Bagus) dan Dia mencintai terhadap yang bagus-bagus, sedangkan sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia." Diriwayatkan oleh Muslim dari 'Abdullâh bin Mas'ûd Radhiyallâhu 'Anhu.

Di antara keunggulan dan kelebihan memakai 'imâmah adalah:

1. Orang yang memakainya bisa mengamalkan sunnah Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam berupa mengusap di atas 'imâmah ketika berwudhu, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam menyunnahkan bagi yang mengenakan 'imâmah ketika berwudhu untuk mengusap di atas 'imâmah, sebagaimana ketika orang yang berwudhu mengenakan khuf maka disunnahkan mengusap di atas khuf apabila dia memakai khufnya dalam keadaan suci, Al-Imâm Muslim meriwayatkan dari Al-Mughîrah bin Syu'bah, beliau berkata:

تَوَضَّأَ فَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلَى الْعِمَامَةِ وَعَلَى الْخُفَّيْنِ 

"Beliau Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam berwudhu lalu beliau mengusap ubun-ubunnya dan atas 'imâmahnya serta mengusap pula di atas khufnya."

Apabila seseorang shalat dan dia menutup kepalanya dengan memakai 'imâmah maka sungguh dia telah melaksanakan anjuran Allâh Ta'âlâ untuk berhias, berkata Asy-Syaikh Al-Albânî Rahimahullâh:

وَتَغْطِيَةُ الرَّأْسِ مِنَ الزِّيْنَةِ لَا شَكَّ بَارَكَ اللّٰهُ فِيْكُمْ

"Penutup pada kepala itu termasuk dari hiasan, ini tanpa ada keraguan semoga Allâh memberkahi kalian."

Apabila seseorang shalat dengan memakai khuf maka dia telah mengamalkan sunnah, sebagaimana disebutkan di dalam "Ash-Shahîh" dari hadits Al-Mughîrah bin Syu'bah, dan disebutkan pula dari hadits Jarîr bin 'Abdillâh :

 ثُمَّ تَوَضَّأَ، وَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ، ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى

"Kemudian beliau berwudhu lalu mengusap di atas khufnya, kemudian beliau berdiri lalu shalat."

2. Bisa digunakan sebagai penghalang dari panasnya matahari.
Al-Imâm Al-Bukhârî membuat suatu bâb di dalam "Shahîh"nya:

بَابُ السُّجُوْدِ عَلَى الثَّوْبِ فِي شِدَّةِ الْحَرِّ

"Bâb: Sujûd di atas kain karena matahari sangat panas."
Kemudian beliau membawakan perkataan Al-Hasan:

كَانَ الْقَوْمُ يَسْجُدُوْنَ عَلَى الْعِمَامَةِ وَالْقَلَنْسُوَةِ وَيَدَاهُ فِي كُمِّهِ 

"Dahulu suatu kaum bersujûd di atas 'imâmah dan kopiah sedangkan kedua tangannya pada lengan bajunya."
Kemudian Al-Bukhârî membawakan hadits Anas Radhiyallâhu 'Anhu, bahwasanya beliau berkata:

كُنَّا نُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَضَعُ أَحَدُناَ طَرَفَ الثَّوْبِ مِنْ شِدَّةِ الْحَرِّ فِي مَكَانِ السُّجُوْدِ

"Keberadaan kami shalat bersama Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam, maka di antara kami meletakan ujung pakaiannya di tempat sujud karena matahari sangat panas."

3. 'Imâmah sebagai mahkota bagi pejuang yang gagah berani.
Bila kita meniti jejak para salaful ummah maka tentu kita akan mendapati bahwa mereka senantiasa mengenakan 'imâmah dalam keseharian mereka, dengan demikian Asy-Syaikh Al-Albânî Rahimahullâh menyebutkan tentang 'imâmah:

ﻫَﺬِﻩِ ﻣِﻦْ ﺳُﻨَﻦِ ﺍﻟْﻌَﺎﺩَﺓِ ﻭَﻟَﻴْﺴَﺖْ ﻣِﻦْ ﺳُﻨَﻦِ ﺍﻟْﻌِﺒَﺎﺩَﺓِ

"Ini adalah termasuk dari sunnah-sunnah pada kebiasaan dan bukanlah termasuk sunnah-sunnah pada ibadah."
Bahkan para salaful ummah senantiasa memakai 'imâmah ini walau pun di dalam pertempuran, sehingga nampak 'imâmah mereka bagaikan mahkota bagi mereka yang gagah berani dalam bertempur melawan musuh-musuh Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ, tidak hanya salaful ummah di zaman terbaiknya umat ini, namun di zaman belakangan ini kita dapati juga banyak dari mereka yang telah mendahului kita dalam keimanan memakai 'imâmah di saat mereka bertempur di medan jihad, di antara mereka:

1). Asy-Syaikh Muhammad Ash-Shahâb bin Bayânuddîn yang dikenal dengan Imâm Bonjol serta murid-murid beliau yang disebut dengan pasukan Padri Rahimahumullâh.

2). Para guru kami, yaitu Asy-Syaikh Abû Hâtim Sa'îd bin Da'âs Al-Yâfi'î, Asy-Syaikh Abû Hafsh 'Umar Al-'Irâqî, Asy-Syaikh Abû 'Abdillâh Kamâl Al-Adnî, Asy-Syaikh Abû Basyîr Muhammad Al-Hajûrî, Asy-Syaikh Abû Usâmah 'Âdil As-Siyâghî, Asy-Syaikh Abû 'Abdillâh Ma'mûn Adh-Dhâli'î, Asy-Syaikh Abû Abdirrazâq Riyâdh Ar-Radfânî dan yang lainnya dari kawan-kawan kami yang terbunuh di Yaman, yang mereka selalu memakai 'imâmah Rahmatullâh
'Alainâ wa 'Alaihim, dan di antara kawan kami yang selalu memakai 'imâmah adalah Al-Ustâdz Abul 'Âliyah Rafi'î Al-Jâwî, beberapa pekan sebelum beliau meninggal dunia, terjadilah serangan tiba-tiba dari kaum Râfidhah, sedangkan beliau berada di perbatasan pemukiman Âlu Mannâ', ketika beliau bersama saudara-saudaranya Ahlussunnah melakukan perlawanan terhadap serangan tersebut, tanpa disangka-sangka tembakan basoka dari pihak Râfidhah mengenai tempat pertahanan Ahlussunnah, dan bertepatan dengan beliau mengangkat kepala untuk membalas tembakan, ternyata percikan-percikan basoka tepat mengenai kepala beliau dan debu-debu mengenai wajah beliau sehingga beliau terdiam sejenak, beliau mengira telah terluka parah pada kepala beliau, setelah keadaan mulai tenang, beliau pun membuka 'imâmah dari kepala beliau, Allâhu Akbar, ternyata kepala beliau tidak apa-apa, dan tidak didapati bekas terluka, melainkan hanya 'imâmah beliau terlihat ada beberapa lubang karena terkena percikan basoka, Rahimahullâh.

4. 'Imâmah sebagai simbol para pengikut jejak salaful ummah.

Keberadaan 'imâmah terkhusus di negera-negara selain Arab teranggap asing, orang yang mengenakannya pun dianggap asing, sampai terkadang orang-orang bodoh menganggap bahwa 'imâmah merupakan simbol khusus kelompok sesat, padahal tidak demikian, bahkan:

ﺍَﻟْﻌِﻤَﺎﻣَﺔُ ﻫِﻲَ ﺗِﻴْﺠَﺎﻥُ ﺍﻟْﻌَﺮَﺏِ ﻭَﺷِﻌَﺎﺭُ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ

"'Imâmah adalah mahkota-mahkota orang Arab dan simbol-simbol orang Islâm."
Sebagaimana disebutkan oleh ùlamâ Rahmatullâh 'Alainâ wa 'Alaih. 

Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Jammalahullâh wa Ayyadah di Binagriya-Pekalongan pada 6 Jumâdil Awwal 1438.

http://t.me/majaalisalkhidhir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar