Kebaikan yang paling baik adalah ilmu, karena sesungguhnya berbagai amal shâlih terlahirkan darinya, berkata Mu'âdz bin Jabal Radhiyallâhu 'Annâ wa 'Anhu:
عَلَيْكُمْ بِالْعِلْمِ، فَإِنَّ تَعْلِيمَهُ حَسَنَةٌ وَطَلَبَهُ عِبَادَةٌ وَمُذَاكَرَتَهُ تَسْبِيحٌ وَالْبَحْثَ عَنْهُ جِهَادٌ وَتَعْلِيمَهُ لِمَنْ لَا يَعْلَمُهُ صَدَقَةٌ وَبَذْلَهُ لِأَهْلِهِ قُرْبَةٌ
"Hendaklah kalian lebih perhatian terhadap ilmu, karena sungguh mempelajarinya adalah kebaikan, mencarinya adalah ibadah, mengingat-ingatnya adalah tasbîh, membahasnya adalah jihâd, mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah dan berbuat yang terbaik kepada ahlinya adalah amalan yang mendekatkan diri kepada Allâh." Diriwayatkan oleh Abû Nu'aim di dalam "Hilyatul Auliyâ".
Kajian Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada malam Rabu 29 Dzulqa'dah 1440 / 31 Juli 2019 di Mutiara Gading Timur Bekasi.
📱 Tanya:
Bagaimana menanggapi pernyataan orang yang mengatakan bahwa Ustâdz di Bekasi sudah ditahdzir oleh Ulamâ makanya ditinggalkan?
📲 Jawab:
Begitulah kalau orang tidak memiliki timbangan yang akurat pada perkataannya, sungguh bagus apa yang dikatakan oleh Al-Imâm Al-Wâdi'î Rahmatullâh 'Alainâ wa 'Alaih:
بِأَيِّ مِيزَانٍ تَزِنُ النَّاسَ إِذَا كُنتَ جَاهِلاً بِالعِلمِ النَّافِعِ، أتَزِنُهُم بِالهَوَى أَم بِمَا قَالَ لَكَ الشَّيخُ فُلَانٌ؛ فَإِذَا تَرَاجَعَ الشَّيخُ فُلَانٌ تَرَاجَعتَ، وَإِذَا حَمَلَ عَلَى طَائِفَةِِ حَمَلتَ؟
"Dengan timbangan apa kamu menimbang manusia jika keberadaanmu tidak mengetahui tentang ilmu yang bermanfaat. Apakah kamu menimbang mereka dengan hawa nafsu atau dengan apa yang dikatakan kepadamu oleh Asy-Syaikh Fulân? Apakah jika Asy-Syaikh Fulân menarik perkataannya maka kamu juga akan menarik perkataanmu? Dan jika dia melakukan penyerangan terhadap suatu kelompok apakah kamu melakukan penyerangan?."
Terkadang orang yang berbuat seperti itu karena terbawa dan terpengaruh oleh orang-orang yang memiliki kepentingan di balik Ulamâ, sebab orang-orang yang memiliki kepentingan di balik Ulamâ seperti itu pula alasan mereka dalam menebar fitnah dan kebencian di kalangan mereka. Ketika Ulamâ berhasil didekati oleh mereka lalu diberi peluang untuk berbicara tentang si fulan, kemudian Ulamâ berbicara tentang si fulan maka mereka riang gembira. Namun ketika Ulamâ menjauh dari mereka lalu berbicara atas sebagian mereka maka mereka tidak akan berani beralasan seperti itu, apalagi sampai mentahdzir:
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ كُونُوا۟ قَوَّ ٰمِینَ لِلَّهِ شُهَدَاۤءَ بِٱلۡقِسۡطِۖ وَلَا یَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَـَٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰۤ أَلَّا تَعۡدِلُوا۟ۚ ٱعۡدِلُوا۟ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِیرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kalian menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allâh, menjadi para saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum itu mendorong kalian untuk berbuat tidak adil. Berbuat adillah kalian, karena berbuat adil itu lebih dekat kepada ketakwaan. Dan bertakwalah kalian kepada Allâh, sesungguhnya Allâh adalah Khabîr (Maha Mengetahui) terhadap apa yang kalian kerjakan." [Surat Al-Mâ'idah: 8].
Adapun orang-orang yang berkepentingan di balik Ulamâ maka cukup bagi mereka dengan apa yang dinasehatkan oleh Al-Imâm Ibnul 'Utsaimîn Rahmatullâh 'Alainâ wa 'Alaih:
وَأَنصَحُ طَلَبَةَ العِلمِ وَغَيرَهُم أَنْ يَتَّقُوا اللّٰهَ وَأَلَّا يَجعَلُوا أَعرَاضَ العُلَمَاءِ وَالأُمَرَاءِ مَطِيَّةً يَركَبُونَهَا كَيفَ مَا شَاءُوا
"Aku menasehatkan kepada para penuntut ilmu dan selain mereka untuk bertakwa kepada Allâh dan jangan mereka menjadikan kehormatan Ulamâ sebagai suatu tunggangan yang mereka tunggangi sesuai dengan keinginan mereka."
Realita yang kita dapatkan bahwasanya orang-orang yang memiliki kepentingan di balik Ulamâ, mereka telah menjadikan Ulamâ untuk memerintahkan orang yang mereka anggap sebagai lawan mereka supaya diam dan tidak boleh berpendapat menyelisihi mereka atau harus mengakui pendapat merekalah yang benar. Demikian pula orang-orang yang memiliki kepentingan di balik umarâ, mereka menjadikan umarâ untuk menekan lawan mereka supaya tidak lagi berpendapat, sebagaimana yang dahulu orang-orang semisal mereka telah memperkarakan Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah Rahimahullâh hingga beliau dipenjara. Maka cukup ini sebagai pelajaran untuk diambil pelajaran.
Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada malam Rabu 29 Dzulqa'dah 1440 / 31 Juli 2019 di Mutiara Gading Timur Bekasi.
⛵️ http://t.me/majaalisalkhidhir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar