Pertanyaan:
Ustâdz apa hukumnya meremehkan ilmu bahasa 'Arab seperti ilmu nahwu?
Jawaban:
Tidaklah pantas bagi orang yang menginginkan kebaikan untuk meremehkan ilmu bahasa 'Arab, karena bahasa 'Arab merupakan bahasa Al-Qur'ãn, dan Allâh Tabâraka wa Ta'âlâ telah membedakannya dengan bahasa selainnya:
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ ۗ لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَٰذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ
"Sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: Bahwasanya Al-Qur'ãn itu hanya diajarkan oleh seorang manusia kepada Nabî. Bahasa orang yang mereka tuduhkan kepadanya adalah bahasa 'Ajam, padahal Al-Qur'ãn ini adalah bahasa 'Arab yang jelas." [Surat An-Nahl: 103].
Ikhwânî Fiddîn Rahimahumullâh, kita bersyukur kepad Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ karena kita hidup di zaman ini telah banyak para pengajar bahasa 'Arab dan juga telah banyak kitab-kitab bahasa 'Arab, berbeda dengan zaman dahulu yang membuat Ahlul 'Ilmi mempelajari ilmu bahasa 'Arab bertahun-tahun karena belum tersusun sebagaimana di zaman setelahnya, bahkan dahulu mereka melakukan rihlah untuk mempelajari bahasa 'Arab.
Ada suatu kisah masyhûr yang cukup menarik, pernah di zaman Khalîfah Hârûn Ar-Rasyîd Rahmatullah 'Alaih terjadi dialog antara dua orang dari kalangan Ahlul 'Ilmi, yaitu Al-Kisâ'î dan Abû Yûsuf Rahmatullâh 'Alaihimâ.
Al-Kisâ'î adalah salah seorang pakar ilmu nahwu sementara Abû Yûsuf salah seorang dari murid Abû Hanîfah yang terkenal sebagai pakar fikih dan penyebar mazhab Abû Hanîfah, Abû Yûsuf berpendapat:
ﺃَﻥَّ ﻋِﻠْﻢَ ﺍﻟْﻔِﻘْﻪِ ﺃَﻭْﻟَﻰ ﻣِﻦْ ﻋِﻠْﻢِ ﺍﻟﻨَّﺤْﻮِ ﺑِﺎﻟْﺒَﺤْﺚِ ﻭَﺍﻟﺪِّﺭَﺍﺳَﺔِ، ﻭَﺃَﻥَّ ﻋِﻠْﻢَ ﺍﻟﻨَّﺤْﻮِ لَا ﻳَﺴْﺘَﺤِﻖُّ ﺑَﺬْﻝُ ﺍﻟْﻮَﻗْﺖِ ﻓِﻲ ﻃَﻠَﺒِﻪِ
"Bahwasanya ilmu fikih lebih utama untuk dituntut dan dipelajari daripada ilmu nahwu, dan bahwasanya ilmu nahwu tidak layak meluangkan waktu untuk menuntutnya."
Maka Al-Kisâ'î ingin memahamkannya tentang betapa pentingnya ilmu nahwu, diapun berkata kepada Khalîfah Hârûn Ar-Rasyîd:
ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟْﻘَﺎﺿِﻲ ﻟَﻮْ ﻗَﺪَّﻣْﺖُ ﻟَﻚَ ﺭَﺟُﻠَﻴْﻦِ، ﻭَﻗُﻠْﺖُ ﻟَﻚَ: ﻫَﺬَﺍ ﻗَﺎﺗِﻞُ غُلَاﻣِﻚَ، ﻭَﻫَﺬَﺍ ﻗَﺎﺗِﻞٌ غُلَاﻣَﻚَ. ﻓَﺄَﻳُّﻬُﻤَﺎ ﺗَﺄْﺧُﺬُ
"Wahai Qâdhî, kalau aku hadapkan kepadamu dua orang lalu aku katakan kepadamu:
ﻫَﺬَﺍ ﻗَﺎﺗِﻞُ غُلَاﻣِﻚَ، ﻭَﻫَﺬَﺍ ﻗَﺎﺗِﻞٌ غُلَاﻣَﻚَ
Maka mana yang akan kamu berikan hukuman dari keduanya?."
Al-Kisâ'î bertanya kepada Abû Yûsuf dan Khalîfah Hârûn Ar-Rasyîd:
ﻓَﺄَﻱُّ ﺍﻟﺮَّﺟُﻠَﻴْﻦِ ﺳَﻴَﺄْﺧُﺬُﻩُ ﺍﻟْﻘَﺎﺿِﻲ ﺑِﺎﻟْﻌُﻘُﻮْﺑَﺔِ ﻭَﻳُﻘِﻴْﻢُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟْﺤَﺪَّ
"Siapa di antara dua orang itu yang akan diberikan hukuman oleh Qâdhî dan akan ditegakkan hukuman kepadanya."
Abû Yûsuf menjawab:
ﺁﺧِﺬُ ﺍﻟﺮَّﺟُﻠَﻴْﻦِ
"Menghukum keduanya."
Khalîfah Hârûn Ar-Rasyîd menjawab:
ﺑَﻞْ ﺗَﺄْﺧُﺬُ ﺍلْأَﻭَّﻝَ لِأَﻧَّﻪُ ﻗَﺘَﻞَ، ﺃَﻣَّﺎ ﺍلْآﺧَﺮُ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻟَﻢْ ﻳَﻘْﺘُﻞْ
"Bahkan kamu hukum yang bertama, karena sesungguhnya dia telah membunuh, adapun yang kedua maka dia belum membunuh."
Maka Abû Yûsuf terheran, kemudian Al-Kisâ'î memahamkannya:
ﺃَﻥَّ ﺍﺳْﻢَ ﺍﻟْﻔَﺎﻋِﻞِ ﺇِﺫَﺍ ﺃُﺿِﻴْﻒَ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﻌْﻤُﻮْﻟِﻪِ (ﻗَﺎﺗِﻞُ ﻏُﻼَﻣِﻚَ) ﺩَﻝَّ عَلَى ﺍﻟْﻤَﺎﺿِﻲ ﻓَﻬُﻮَ ﻗَﺘْﻞُ ﺍﻟْﻐُﻼَﻡِ. ﺃَﻣَّﺎ ﺇِﺫَﺍ ﻧُﻮِّﻥَ ﻓَﻨُﺼِﺐَ ﻣَﻌْﻤُﻮْﻟُﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻧَّﻪ ﻣَﻔْﻌُﻮْﻝٌ ﺑِﻪِ (ﻗَﺎﺗِﻞٌ ﻏُﻼَﻣَﻚَ) ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻳُﻔِﻴْﺪُ ﺍﻟْﻤُﺴْﺘَﻘْﺒَﻞَ ﺃَﻱ ﺃَﻧَّﻪُ ﺳَﻴَﻘْﺘُﻞُ
"Bahwasanya isim fâ'il jika disandarkan kepada ma'mûlnya ﻗَﺎﺗِﻞُ ﻏُﻼَﻣِﻚَ maka menunjukkan atas mahdî, yaitu dia telah membunuh budak. Adapun jika ditanwin lalu dinashab ma'mûlnya ﻗَﺎﺗِﻞٌ ﻏُﻼَﻣَﻚَ maka sesungguhnya itu menunjukkan atas waktu yang akan datang."
Yaitu belum membunuh.
Dengan penjelasan tersebut membuat Abû Yûsuf meminta udzur lalu dia menetapkan tentang pentingnya ilmu nahwu dan dia pun tidak lagi merendahkan ilmu nahwu selama-lamanya.
Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada malam Sabtu 20 Jumâdil Awwal 1440 / 26 Januari 2019 di Kemang Pratama 3 Bekasi.
⛵️ https://t.me/majaalisalkhidhir/2503
⛵️ http://alkhidhir.com/muqodimah/pentingnya-mempelajari-ilmu-bahasa-arab/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar