Halaman

Minggu, 21 Juni 2020

HARTA ISTERI BUKAN MILIK SUAMI

Pertanyaan:
Ustâdz, ada seorang dâ'î mengatakan bahwa isteri yang memiliki harta tidaklah boleh baginya mempergunakan hartanya kecuali ada ijin dari suaminya? Apakah memang harta isteri itu harta suami?

Jawaban:
Jika isteri memiliki harta maka itu adalah harta miliknya sendiri, boleh baginya menggunakan sekehendaknya dalam perkara kebaikan sebagaimana boleh baginya bersedekah dengan hartanya sendiri walaupun tanpa izin dari suaminya, berkata 'Âisyah Radhiyallâhu 'Anhâ:

دَخَلَتِ امْرَأَةٌ مَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا تَسْأَلُ، فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِي شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا

"Seorang ibu bersama kedua anak perempuannya masuk menemuiku, dia meminta sesuatu, namun aku tidak mendapati sesuatupun yang aku miliki kecuali sebutir kurma, lalu aku memberikan sebutir kurma tersebut kepadanya." Riwayat Al-Bukhârî. 
Beliau tidak meminta izin terlebih dahulu kepada Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam selaku suaminya, namun beliau langsung memberikan kepada yang meminta tersebut. 
Apa yang dimiliki oleh isteri berupa harta maka itu adalah milik dirinya sendiri bukan milik bersama suami, dan boleh bagi suami menggunakan harta isterinya jika isterinya memberi keluasan atau mengizinkannya, Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam pernah bertanya kepada 'Ãsiyah Radhiyallâhu 'Anhâ:

هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ

"Apakah ada makanan yang kalian miliki?." 
Ini menunjukkan ada kepemilikan pada isteri, ketika suami ingin menggunakan harta isterinya maka harus meminta izin kepada isterinya kecuali kalau isteri diketahui telah memberi keluasan kepada suami untuk mempergunakan hartanya maka boleh bagi suami menggunakannya, sebagaimana yang telah diamalkan oleh Ummul Qâsim Khadîjah dalam memberi keluasan kepada Nabî 'Alaihimush Shalâtu was Salâm untuk mempergunakan hartanya, berkata Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:

وَوَاسَتْنِي بِمَالِهَا إِذْ حَرَمَنِي النَّاسُ

"Dia telah memberi keluasan kepadaku dengan hartanya di saat orang-orang mengharamkan harta mereka untukku." Riwayat Ahmad.
Oleh karena itu ketika kita mengetahui bahwa isteri memiliki harta maka kita tidak leluasa untuk mengambil atau mengatur hartanya karena itu miliknya, jika kita membutuhkan maka kita meminta izin dan kerelaannya, dan kalau kami pribadi lebih senang meminta pinjam dan nanti kami ganti hartanya. Adapun harta yang kita miliki maka para isteri memiliki hak padanya yaitu nafkah dari kita untuknya, kalaupun isteri tidak butuh dengan harta dari kita karena memiliki harta maka anak-anak dan urusan rumah tangga adalah tanggung jawab kita, berkata Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:

وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهْوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

"Seorang suami adalah pemimpin terhadap isterinya dan dia dimintai pertanggung jawaban atas kepememimpinannya." Riwayat Al-Bukhârî. 
Kita lebih senang tetap memberi nafkah kepada isteri karena menafkahinya adalah ibadah, berkata Nabî Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam:

نَفَقَةُ الرَّجُلِ عَلَى أَهْلِهِ صَدَقَةٌ

"Nafkah seorang suami kepada isterinya adalah sedekah." Riwayat Al-Bukhârî. 
Nafkah seorang suami kepada isterinya yang shâlihah itu tidak akan sia-sia, karena kebanyakan nafkahnya itu akan dipergunakan untuk kebutuhan rumah tangga, untuk kebutuhan anak-anak dan bahkan untuk kebutuhan bersama, kalaupun isteri mempergunakan sebagiannya untuk berinfâq maka itu juga manfaatnya untuk bersama. Seorang isteri mendapatkan nafkah dari suaminya itu boleh baginya untuk menginfakkan sebagiannya jika kebutuhan mereka telah tercukupi, berkata Bilâl Radhiyallâhu 'Anhu:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ وَمَعَهُ بِلاَلٌ، فَظَنَّ أَنَّهُ لَمْ يُسْمِعِ النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ، وَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ، فَجَعَلَتِ الْمَرْأَةُ تُلْقِي الْقُرْطَ وَالْخَاتَمَ، وَبِلاَلٌ يَأْخُذُ فِي طَرَفِ ثَوْبِهِ

"Bahwasanya Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi wa Sallam keluar bersama Bilâl, beliau yakin bahwa para wanita tidak mendengarkan khutbah 
'Îd lalu beliau memberikan nasehat kepada mereka, beliau memerintahkan mereka untuk bersedekah, maka di antara wanita melemparkan anting-anting dan cincin mereka ke kain yang Bilâl berpegang pada ujungnya.” Riwayat Al-Bukhârî.
Di sini para wanita shahâbiyyah langsung berinfâq dengan tanpa meminta izin kepada suami mereka, karena bisa jadi suami mereka telah memberi keluasan atas pemberiannya untuk dipergunakan secara leluasa atau bisa jadi pula itu adalah harta murni milik mereka, Wallâhu A'lam.

Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada hari Senin tanggal 1 Dzulqa'dah 1441 / 22 Juni 2020 di Maktabah Al-Khidhir Bekasi.

⛵️ https://t.me/majaalisalkhidhir

http://alkhidhir.com/adab/harta-isteri-bukan-milik-suami/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar