Orang-orang yang berbuat kesyirikan di zaman dahulu ketika mendapatkan kesulitan hidup maka mereka bersegera berdoa kepada Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ dan mereka bertekad jika Allâh menyelamatkan mereka maka mereka akan menjadi orang-orang bersyukur:
هُوَ ٱلَّذِی یُسَیِّرُكُمۡ فِی ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۖ حَتَّىٰۤ إِذَا كُنتُمۡ فِی ٱلۡفُلۡكِ وَجَرَیۡنَ بِهِم بِرِیحࣲ طَیِّبَةࣲ وَفَرِحُوا۟ بِهَا جَاۤءَتۡهَا رِیحٌ عَاصِفࣱ وَجَاۤءَهُمُ ٱلۡمَوۡجُ مِن كُلِّ مَكَانࣲ وَظَنُّوۤا۟ أَنَّهُمۡ أُحِیطَ بِهِمۡ دَعَوُا۟ ٱللَّهَ مُخۡلِصِینَ لَهُ ٱلدِّینَ لَىِٕنۡ أَنجَیۡتَنَا مِنۡ هَـٰذِهِۦ لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلشَّـٰكِرِینَ
"Dialah Allâh yang menjadikan kalian dapat berkendaraan di daratan dan berlayar di lautan. Sehingga apabila kalian berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, lalu datanglah angin badai, dan apabila gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung bahaya, maka mereka berdoa kepada Allâh dengan mengikhlaskan ketaatan hanya kepada-Nya saja. Mereka berkata: "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur". [Surat Yûnus: 22].
Adapun orang-orang yang melakukan kesyirikan di zaman ini, di saat virus corona sedang menyebar, bukannya mereka kembali kepada Allâh 'Azza wa Jalla, beribadah kepada-Nya dan berdoa hanya kepada-Nya, namun mereka kembali kepada sang benda yang dipusakakan. Karena mereka sebagai hartawan, merekapun bertekad jika virus corona berakhir maka mereka akan buka ini dan itu, akan bikin ini dan bikin itu, arahnya kepada kemungkaran dan kemaksiatan.
Mereka benar-benar tidak mau menyadari bahwa virus corona ini adalah peringatan dari Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ yang termasuk peringatan kesekian kalinya, Allâh kirimkan tsunami ringan di Banten, Allâh getarkan bumi yang dirasakan beberapa kota dan Allâh datangkan banjir, semuanya diabaikan, dianggap kejadian alam biasa. Bumi yang disekitar pesisir laut Jakarta dan beberapa kota di Jawa hampir terendam air laut, semuanya dianggap biasa. Apakah ini merupakan tanda kehancuran negeri? Berkata Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ:
وَإِذَاۤ أَرَدۡنَاۤ أَن نُّهۡلِكَ قَرۡیَةً أَمَرۡنَا مُتۡرَفِیهَا فَفَسَقُوا۟ فِیهَا فَحَقَّ عَلَیۡهَا ٱلۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنَـٰهَا تَدۡمِیرࣰا
"Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu supaya mentaati Kami tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya." [Surat Al-Isrâ': 16].
Dari nasehat Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada hari Ahad tanggal 25 Sya'bân 1441 / 19 April 2020 di Maktabah Al-Khidhir Bekasi.
http://t.me/majaalisalkhidhir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar