Al-Limbôrî yang jadi nama nisbat bagi Ustâdz itu nisbat kemana Ustadz? Apakah nisbat kepada nenek moyang atau negeri Ustâdz? Dan apa artinya?
📲 Jawaban:
Al-Limbôrî adalah nama nisbat kepada Limboro yang merupakan nama suatu kampung besar di Jazîrah Huamual kabupaten Seram Bagian Barat propinsi Maluku.
Nama Limboro berasal dari bahasa Buton yang terdiri dari dua kata yaitu "Limbo" dan "Ro". Limbo berarti desa, negeri atau perkumpulan suku di suatu daerah. Sedangkan Ro berarti penerus atau tunas, dalam bahasa Buton Cia-cia disebut Ro'o yang berarti daun.
Penamaan kampung dengan nama Limboro kemungkinan sudah direncanakan sejak La Bisana dan murid-muridnya naik di perahu dari Buton menuju Jazîrah Huamual, mereka menaiki perahu yang memiliki satu layar, ketika itu perahu dikenal dengan nama Lambo, dan satu layar dikenal dengan nama A Ro'o Pangawa, yaitu satu daun layar. Pada awalnya La Bisana bersama murid-muridnya singgah di suatu tempat sebelah tanjung Sial yang sekarang dikenal dengan nama Wailapia, La Bisana sempat menanam kelapa di tempat ini, karena melihat tempat tersebut kurang cocok maka mereka bermusyawarah, setelah itu mereka memutuskan untuk ke tempat yang dekat dengan kampung Kambelu, mereka pun membawa perahu mereka lalu singgah di tempat yang diapit oleh dua gunung melintang dan terdapat sungai di bawahnya, terlihat masih hutan yang dipenuhi pohon-pohon besar, sekitar 300 meter dari pesisir pantai merupakan tanah milik beberapa orang dari penduduk Kambelo Luhu. Tatkala La Bisana dan beberapa muridnya datang ke tempat ini maka beberapa orang Kambelo-Luhu menghibahkan tanah mereka kepada siapa yang ingin tinggal di tempat ini, dan La Bisana mendapatkan bagian tanah yang kemudian tanahnya dijadikan sebagai lapangan bola yang sekarang menjadi Madrasah Ibtidaiyyah Negeri Limboro.
Awal kedatangan La bisana dan murid-muridnya adalah bergotong royong membuat rumah panggung untuk masing-masing lalu mereka bersepakat menamai kampung mereka dengan nama Limboro. Setelah dinamai, mereka pun membentuk pemerintahan kampung, yang terdiri dari kepala kampung dan tokoh-tokohnya, dan La Bisana tidak menginginkan duduk di pemerintahan, karena usia beliau sudah sangat tua, dan beliau tidak ingin tersibukkan dengan hiruk pikuk pemerintahan, beliau sudah merasa cukup dengan jabatannya dahulu menjadi lakina di Keraton Buton yang lebih terhormat daripada pemerintahan kampung. Beliau pergi dengan membawa pakaian serta sabuknya yang biasa dipakai di Istana Keraton Buton dan juga membawa beberapa keris pusakanya. Sampai di Limboro beliau bersama murid-muridnya menetapkan salah seorang muridnya sebagai kepala kampung yaitu Haji Falak. Setelah itu mereka bergotong royong membangun masjid yang dinamai masjid Nurûl Hudâ, mereka menebang 5 pohon besar, 4 batang dari pohon itu mereka kerjakan bersama-sama untuk tiang masjid yang mereka namai dengan tiang Ka'bah, kemudian La Bisana mengerjakan yang satu pohonnya lagi, beliau potong pada bagian bawa pohon, setelah itu beliau lubangi hingga menjadi bedug yang sampai sekarang ini masih ada bedugnya di masjid Nûrul Hudâ Limboro. Adapun 4 tiang Ka'bah dan bentuk asli masjid Nûrul Hudâ telah direnovasi hingga tidak ada yang tersisa kecuali hanya bedugnya.
La Bisana menghabiskan sisa hidupnya di Limboro Jazîrah Huamual sebagai seorang guru ngaji, beliau memiliki murid-murid yang banyak dari beberapa kampung dan beliau ketika menjalankan agama Islâm sesuai dengan apa yang sampai kepada beliau, semoga itu menjadi udzur bagi beliau di hadapan Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ, karena Dia telah katakan:
ÙˆَÙ…َا ÙƒُÙ†َّا Ù…ُعَØ°ِّبِینَ ØَتَّÙ‰ٰ Ù†َبۡعَØ«َ رَسُولࣰا
"Tidaklah Kami menghukum suatu kaum sampai Kami mengutus seorang utusan kepada mereka." [Surat Al-Isrâ': 15].
Semoga Allâh Subhânahu wa Ta'âlâ menjadikan anak keturunan La Bisana sebagai para penyiar dan penerus dakwah Ahlissunnah wal Jamâ'ah di Limboro khususnya dan di bumi Allâh pada umumnya.
Dijawab oleh:
Al-Ustâdz Muhammad Al-Khidhir Hafizhahullâh wa Ra'âh pada hari Selasa tanggal 3 Jumâdil Akhir 1441 / 28 Januari 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar